Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang tidak menunjukkan gejala Covid-19 cenderung kehilangan antibodi yang dapat dideteksi lebih cepat daripada orang yang memiliki tanda-tanda penyakit.
Temuan juga menunjukkan hilangnya antibodi lebih lambat pada usia 18 hingga 24 tahun, dibandingkan dengan orang-orang yang berusia 75 tahun ke atas.
"Penelitian kami menunjukkan bahwa seiring waktu terjadi penurunan proporsi orang yang dites positif antibodi terhadap virus Covid-19. Masih belum jelas tingkat kekebalan dari antibodi tersebut atau berapa lama kekebalan ini akan bertahan," kata Profesor Paul Elliott, direktur program REACT.
Para ahli mengatakan, saat ini masih belum diketahui apakah ini akan membuat orang-orang berisiko terinfeksi ulang atau tidak.

Hasil penelitian menunjukkan gelombang pertama epidemi terjadi dalam waktu singkat pada Maret dan April. Tampaknya, ada penurunan tajam pada proporsi orang yang memiliki gejala Covid-19 dan yang dites positif antibodi sejak awal April.
Tes antibodi positif terlihat menurun pada populasi umum, sementara jumlah petugas kesehatan yang dites positif tidak berubah. Para ilmuwan percaya ini bisa terjadi karena paparan awal atau berulang yang lebih tinggi.
Terlepas dari hasil tes antibodi, setiap orang harus terus mematuhi pedoman pemerintah termasuk menjaga jarak sosial, mengisolasi diri, dan menjalani tes jika memiliki gejala dan selalu mencuci tangan.