Para ahli tahu bahwa awan melakukan tugas yang sangat baik dalam memantulkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu, entah ke angkasa atau kembali ke permukaan.
Pada siang hari, ini dapat membantu melindungi permukaan dari pancaran sinar Matahari penuh dan menjaga suhu. Tanpa efek bayangan dari awan, permukaan Bumi bisa terpanggang.
Sementara di malam hari, prosesnya terbalik. Panas yang memancar dari tanah akan sulit mencapai luar angkasa dan membuat permukaannya tetap menghangat.
Berkat data yang dimiliki, para ilmuwan dapat membuat model yang lebih baik tentang apa yang bisa diharapkan di tahun-tahun mendatang.
Dengan mengesampingkan variasi perubahan suhu di berbagai lokasi sepanjang waktu, perubahan variasi suhu antara siang dan malam dapat berdampak besar pada curah hujan yang akhirnya akan menentukan seberapa baik tanaman bisa tumbuh.
Bahkan dengan peningkatan curah hujan secara umum, tutupan awan ekstra pada siang hari berisiko mengurangi jumlah tanaman yang dibutuhkan untuk berfotosintesis.
"Pemanasan asimetri memiliki implikasi yang berpotensi signifikan bagi dunia alam. Kami menunjukkan bahwa pemanasan malam hari yang lebih besar dikaitkan dengan iklim yang menjadi lebih basah dan ini telah terbukti memiliki konsekuensi penting bagi pertumbuhan tanaman dan bagaimana spesies seperti serangga dan mamalia berinteraksi," tambah Daniel Cox.
Memahami implikasi penuh dari fluktuasi suhu harian dan pembentukan awan akan membutuhkan lebih banyak penelitian.
Dalam penelitian yang telah dipublikasikan di Global Change Biology, awan bisa menjadi fenomena yang sangat kompleks, terutama jika memperhitungkan gas rumah kaca dan pengaruh tingkat debu.
Baca Juga: Astronom Deteksi Uap Air Garam di Bintang Bermassa 25 Kali Matahari