Browsing History Tidak Bisa Diklaim Data Pribadi, Ini Penjelasannya

Dythia Novianty Suara.Com
Jum'at, 02 Oktober 2020 | 07:45 WIB
Browsing History Tidak Bisa Diklaim Data Pribadi, Ini Penjelasannya
Ilustrasi browser. [Gerd Altmann/Pixabay]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Browsing history merupakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak dapat diklaim kepemilikannya jika merujuk ke Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Cukup beralasan untuk menyebutkan bahwa kepemilikan browsing history tidak dapat diklaim secara hukum oleh seseorang," Pemerhati Hukum Telekomunikasi, Informasi dan Transaksi Elektronik Muhtar Ali, melalui keterangan resminya.

Selain itu, dia menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada putusan pengadilan di Indonesia yang menentukan siapa yang menjadi pemilik browsing history penggunaan layanan internet.

Dipaparkannya, Pasal 32(1) UU ITE tidak memberi uraian lebih lanjut tentang dokumen dan/atau informasi elektronik yang mana yang dapat diklaim kepemilikannya oleh seseorang atau menjadi milik publik.

Baca Juga: Koalisi Masyarakat Sipil Uji Materi Pasal Pemblokiran UU ITE ke MK

UU ITE juga tidak mengatur bagaimana cara seseorang memperoleh kepemilikan atas dokumen dan/atau informasi elektronik, sebagaimana ketentuan Pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan bukti apa yang dapat ditunjukkan untuk dapat mengklaim kepemilikan atas suatu dokumen dan/atau informasi elektronik.

Ilustrasi data pribadi. [Shutterstock]
Ilustrasi data pribadi. [Shutterstock]


Sebagai ilustrasi, apakah browsing history pengguna merupakan dokumen elektronik yang dapat diklaim kepemilikannya oleh seseorang, UU ITE tidak secara spesifik menyebutkan apakah browsing history Pengguna merupakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat dimiliki oleh Orang. 

Secara umum, browsing history merupakan serangkaian data dan informasi yang menunjukkan situs-situs apa saja yang sudah dikunjungi oleh Pengguna internet. Dalam dunia nyata browsing history dapat diibaratkan sebagai rute, jalan, tempat yang sudah dilalui atau dikunjungi oleh seseorang.

Merujuk pada ilustrasi browsing history sebagaimana di atas, dan mengingat UU ITE tidak memberi batasan yang jelas tentang Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat atau tidak dapat dimiliki oleh Orang, maka cukup beralasan untuk menyebutkan bahwa kepemilikan browsing history tidak dapat diklaim secara hukum oleh seseorang.

"Larangan dalam Pasal 32(1) UU ITE berlaku apabila dokumen dan/atau informasi elektronik tersebut milik orang lain atau milik publik," jelasnya.

Baca Juga: Curhat Masalah Ekonominya, Pegiat Literasi Asal Bandung Dijerat UU ITE

Definisi data pribadi sebagai data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. 

Selanjutnya, Data Perseorangan Tertentu adalah setiap keterangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi, baik langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu yang pemanfaatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Ps. 1(2) PM 20/2016). 

Unsur utama data pribadi berdasarkan definisi di atas adalah bahwa data tersebut adalah data tentang perseorangan, yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi pada masing-masing individu, bukan tentang aktivitas seseorang. 

Apabila seseorang mengakses internet dan mengunjungi berbagai situs berbeda, maka tindakan tersebut akan menghasilkan browsing history. Antara lain menunjukkan situs mana saja yang dikunjungi, jam berapa, dan berapa lama yang bukan merupakan data pribadi. 

"Namun, informasi berisi nama yang mengakses, nomor identitas, dan alamat emailnya merupakan data pribadi yang perlindungannya diatur dalam UU ITE dan peraturan pelaksananya," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI