Bisakah Gurun Sahara Menjadi Hijau Kembali?

Selasa, 29 September 2020 | 12:30 WIB
Bisakah Gurun Sahara Menjadi Hijau Kembali?
Gurun Sahara di wilayah Maroko (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekitar 11.000 dan 5.000 tahun lalu, setelah zaman es terakhir berakhir, Gurun Sahara mengalami perubahan. Vegetasi hijau tumbuh di atas bukit pasir dan curah hujan yang meningkat, mengubah gua-gua gersang menjadi danau.

Sekitar 9 juta kilometer persegi Afrika Utara berubah menjadi hijau dan menarik hewan-hewan datang. Namun, kondisi subur seperti itu sudah lama hilang dan para ahli bertanya-tanya apakah Gurun Sahara bisa kembali seperti dulu.

Sebagian besar ahli percaya hal itu bisa terjadi. Green Sahara juga dikenal sebagai African Humid Period disebabkan oleh rotasi orbit Bumi yang terus berubah di sekitar porosnya, pola yang berulang setiap 23.000 tahun.

Karena sebuah wildcard, yaitu emisi gas rumah kaca ulah manusia yang menyebabkan perubahan iklim, tidak ada kejelasan kapan Sahara yang saat ini merupakan gurun panas terbesar di dunia akan berubah menjadi hijau.

Baca Juga: Berusia Hampir 40 Ribu Tahun, Beruang Zaman Es Ditemukan

Ilustrasi gurun es. [Shutterstock]

Pergeseran hijau Sahara terjadi karena kemiringan Bumi berubah. Sekitar 8.000 tahun lalu, kemiringan mulai bergerak dari sekitar 24,1 derajat ke 23,5 derajat pada hari ini.

Variasi kemiringan itu membuat perbedaan besar. Sekarang, Belahan Bumi Utara paling dekat dengan Matahari selama bulan-bulan musim dingin. Namun selama Sahara hijau, Belahan Bumi Utara paling dekat dengan matahari selama musim panas.

Hal ini menyebabkan peningkatan radiasi Matahari di Belahan Bumi Utara selama bulan-bulan musim panas. Kenaikan radiasi Matahari memperkuat monsun Afrika, pergeseran angin musiman di wilayah tersebut yang disebabkan oleh perbedaan suhu antara daratan dan lautan.

Panas yang meningkat di Sahara menciptakan sistem tekanan rendah, mengantarkan uap air dari Samudera Atlantik ke gurun tandus. Peningkatan kelembapan ini mengubah Sahara yang sebelumnya berpasir, menjadi rumput dan padang rumput yang tertutup semak.

Untuk memahami perubahan kemiringan Bumi, para ilmuwan menganalisis tetangga Bumi di tata surya.

Baca Juga: Covid-19 Mengganas, Awan Debu Godzila dari Gurun Sahara Gempur Amerika

"Rotasi aksial Bumi terganggu oleh interaksi gravitasi dengan Bulan dan planet yang lebih masif yang bersama-sama menyebabkan perubahan periodik di orbit Bumi," kata Peter de Menocal, direktur di Center for Climate and Life at Lamont-Doherty Earth Observatory, New York, seperti dikutip Live Science, Selasa (29/9/2020).

Menurut Menocal, salah satu perubahan tersebut adalah "goyangan" di poros Bumi. Goyangan itulah yang memposisikan Belahan Bumi Utara lebih dekat ke Matahari di musim panas setiap 23.000 tahun, yang oleh para ilmuwan disebut insolasi musim panas Belahan Bumi Utara maksimum.

Berdasarkan penelitian yang pertama kali diterbitkan dalam jurnal Science pada tahun 1981, para ahli memperkirakan bahwa Belahan Bumi Utara mengalami peningkatan 7 persen dalam radiasi Matahari selama Green Sahara dibandingkan dengan sekarang.

Peningkatan ini dapat meningkatkan curah hujan monsun Afrika sebesar 17 persen hingga 50 persen, menurut sebuah penelitian tahun 1997 yang diterbitkan dalam jurnal Science.

Hal menarik lainnya tentang iklim Green Sahara adalah bagaimana itu tiba-tiba muncul dan menghilang. Menurut para ilmuwan, pengakhiran Green Sahara hanya membutuhkan waktu 200 tahun.

Ilustrasi Zaman Es. [Francesco Ungaro/Unsplash]
Ilustrasi Zaman Es. [Francesco Ungaro/Unsplash]

Perubahan radiasi Matahari terjadi secara bertahap, tetapi lanskap berubah secara tiba-tiba. Itu merupakan contoh nyata perubahan iklim yang terjadi secara tiba-tiba.

Insolasi musim panas Belahan Bumi Utara berikutnya, ketika Green Sahara dapat muncul kembali, diproyeksikan akan terjadi lagi sekitar 10.000 tahun dari sekarang. Tetapi yang tidak dapat diprediksi oleh para ilmuwan adalah bagaimana gas rumah kaca akan mempengaruhi siklus iklim alami ini.

Sementara itu, ada cara lain untuk mengubah sebagian Sahara menjadi lanskap hijau. Menurut penelitian tahun 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Science, jika pembangkit tenaga surya dan angin secara masif dipasang di sana, curah hujan dapat meningkat di Sahara dan wilayah di sekitarnya.

Peningkatan curah hujan dapat menyebabkan pertumbuhan vegetasi, menciptakan umpan balik positif. Namun, upaya besar ini belum diuji di Gurun Sahara karena terbatasnya dana untuk melakukan pengujian.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI