Suara.com - Sebanyak 190 negara anggota Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati, berkomitmen pada rencana yang dibuat 10 tahun lalu untuk membatasi kerusakan yang ditimbulkan pada alam pada 2020.
Menetapkan 20 target, mulai dari penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap, dan membatasi hilangnya habitat hingga melindungi stok ikan. Sayangnya, PBB mengatakan tidak ada satu pun negara yang berhasil memenuhi target.
Dampak yang ditimbulkan manusia pada alam selama lima dekade terakhir cukup dahsyat. Sejak 1970, hampir 70 persen hewan liar, burung, dan ikan telah punah.
Tahun lalu panel PBB tentang Keanekaragaman Hayati, yang disebut IPBES, memperingatkan bahwa 1 juta spesies menghadapi kepunahan karena aktivitas buatan manusia telah merusak tiga perempat daratan di Bumi dengan parah.
Baca Juga: Bumi Dilanda Covid-19, NASA Akan Kirim Misi Cari Kehidupan di Planet Venus
"Kami saat ini, secara sistematis, memusnahkan semua makhluk hidup yang bukan manusia," kata Anne Larigauderie, sekretaris ekskutif IPBES, seperti dikutip Science Alert, Sabtu (19/9/2020).
Menjelang Sidang Umum PBB dan tahun penting diplomasi untuk alam dan iklim, penilaian menemukan tidak ada target keanekaragaman hayati yang akan sepenuhnya terpenuhi.
Pandemi virus Corona (Covid-19) telah membatalkan dua Konferensi Tingkat Tinggi keanekaragaman hayati besar tahun ini, di mana keduanya bertujuan untuk meningkatkan upaya pelestarian alam internasional.
Menurut Elizabeth Marume Mrema, sekretaris eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati, mengatakan bahwa masyarakat telah menyadari akan pentingnya alam di tengah pandemi seperti ini.
"Situasi dengan Covid-19 telah menunjukkan dengan sangat jelas bahwa penggundulan hutan, perambahan manusia ke alam liar, berdampak pada kehidupan kita sehari-hari. Masyarakat telah menyadari bahwa spesies yang paling berbahaya adalah kita dan mereka sendiri perlu berperan dan menekan industri untuk berubah," ucap Mrema.
Baca Juga: Tak Banyak yang Tahu! Pekan Ini Ada Dua Asteroid Segede Bus Mendekati Bumi
Penilaian tersebut menjabarkan jalur untuk membalikkan kehilangan alam selama satu dekade hingga 2030, termasuk perubahan besar pada sistem pertanian dan pengurangan limbah makanan serta konsumsi yang berlebihan.
Meski begitu, Global Biodiversity Outlook (GBO) mengatakan bahwa beberapa kemajuan juga telah dibuat untuk melindungi alam dalam satu dekade terakhir. Misalnya, laju deforestasi menurun sekitar sepertiga dibandingkan dengan dekade sebelumnya.
Namun, di antara bahaya terhadap alam yang dirinci dalam laporan tersebut adalah berlanjutnya subsidi bahan bakar fosil, yang diperkirakan mencapai 500 miliar dolar AS per tahun.
Dengan tidak terpenuhinya 20 target perlindungan alam, menurut Andy Purvis dari Departemen Ilmu Hayati di Museum Sejarah Alam Inggris, manusia harus menyadari bahwa saat ini tengah berada dalam keadaan darurat planet. Bukan hanya spesies yang akan punah, tetapi ekosistem juga akan rusak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.