Isu lainnya adalah bahwa mengkonsumsi produk PRG akan menyebabkan resistansi antibiotik.
Isu tersebut disebabkan oleh perpindahan gen dari PRG yang proses pembuatannya menggunakan gen resistansi antibiotik sebagai penanda selama proses modifikasi genetik. Para peneliti kemudian dapat menggunakan penanda untuk memilih gen baru dengan sifat yang diinginkan.. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan risiko resistansi antibiotik akibat mengonsumsi PRG sangat rendah.
Permasalahan lain yang juga gencar diperdebatkan adalah perpindahan silang tanaman PRG dengan tanaman non-PRG. Hal tersebut mengkhawatirkan karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi keamanan dan ketahanan pangan, seperti tidak terkendalinya hasil persilangan dan menurunkan keanekaragaman tanaman. Kondisi ini berujung pada penurunan kesediaan pangan.
Namun, hasil riset menunjukkan transfer gen dari tanaman PRG sangat rendah. Terlebih lagi, tanaman PRG dapat meningkatkan kesediaan pangan.
Gen tanaman PRG dapat secara tidak sengaja tercampur dalam pakan juga merupakan salah satu keresahan dalam bidang peternakan. Gen PRG dikhawatirkan terkandung dalam produk peternakan (telur, susu, dan daging) yang dikonsumsi manusia. Kenyataannya, tidak terjadi perpindahan gen PRG dari pakan ke ternak, dan gen PRG tidak memengaruhi produk peternakan.
Untuk mengatasi isu-isu tersebut, beberapa negara (seperti Australia) memakai strategi mengurangi lahan campuran atau memisah lahan tanaman rekayasa dengan yang alami.
Salah satu penyakit kronis yang juga ditakuti masyarakat adalah kanker. Penyakit tersebut juga sering menjadi pertanyaan bila mengkonsumsi PRG dalam waktu yang lama. Hingga saat ini belum ada bukti jelas bahwa pangan rekayasa genetika dapat menyebabkan kanker.
Selain menelisik pada bahan pangan yang langsung dikonsumsi manusia, para peneliti juga berusaha mencari pengaruh pakan PRG terhadap kesehatan hewan yang akan menjadi gambaran terhadap kesehatan manusia. Dari beberapa hasil riset pada beberapa produk PRG (kentang, jagung, kedelai, beras, timun, tomat, paprika, kacang polong, dan canola) terhadap beberapa hewan pada jangka waktu lama, tidak ada risiko kesehatan signifikan dari produk PRG.
Ketahanan pangan
Baca Juga: 750 Juta Nyamuk Mutan Bakal Dilepaskan, Ini Alasannya
Tingginya permintaan bahan pangan, seperti kedelai, yang tidak diimbangi oleh laju produksi dan juga adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena COVID-19 di berbagai daerah menyebabkan melemahnya ketahanan pangan di Indonesia.