Suara.com - Pengujian salah satu kandidat vaksin virus Corona (Covid-19), yang dikembangkan bersama oleh perusahaan farmasi AstraZeneca dan ilmuwan Universitas Oxford, telah ditunda karena masalah keamanan.
Sebelumnya, vaksin ini dianggap sebagai pelopor dalam perlombaan global untuk menemukan vaksin yang aman dan efektif terhadap infeksi Covid-19.
Menurut situs berita kesehatan STAT, uji coba vaksin Tahap 3 ditunda setelah adanya dugaan reaksi merugikan yang serius terhadap obat tersebut pada satu peserta uji coba di Inggris.
Peserta uji coba yang dimaksud diperkirakan akan pulih, tetapi masih belum jelas bagaimana insiden ini akan memengaruhi perkembangan vaksin Oxford selanjutnya. Saham AstraZeneca sendiri jatuh ketika berita tersebut menyebar.
Baca Juga: Rusia Selesaikan Uji Coba Awal Kandidat Vaksin Covid-19 Kedua
Menurut laporan STAT, penundaan uji coba tidak hanya memengaruhi uji coba vaksin AstraZeneca, tetapi juga dapat memengaruhi uji klinis yang dilakukan oleh produksi vaksin lain.
Sementara pengembang vaksin belum mengungkapkan rincian dari reaksi merugikan yang muncul, perusahaan menyoroti bahwa penundaan percobaan adalah proses standar dan dapat dipicu oleh satu kejadian medis.
"Ini adalah tindakan rutin yang harus dilakukan setiap kali ada penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan di salah satu uji coba, saat sedang diselidiki, untuk memastikan kami menjaga integritas uji coba," jelas AstraZeneca dalam penyataan, seperti dikutip Science Alert, Kamis (10/9/2020).
Sebanyak 50.000 orang dilaporkan akan mengambil bagian dalam uji coba untuk kandidat vaksin, di mana hanya satu dari sekitar 160 obat eksperimental yang saat ini sedang diuji untuk mencegah infeksi virus Corona.
Bagaimanapun, vaksin Oxford adalah bagian dari kelompok eksklusif yang hanya terdiri dari sembilan obat yang telah berkembang ke pengujian Tahap 3.
Baca Juga: China Pamer Vaksin Covid-19, Target Meluncur Akhir 2020
Menurut para ahli, penundaan semacam ini dalam uji coba Tahap 3 sangat umum, ketika kegiatan medis yang tidak terduga, yang mungkin atau tidak tidak terkait dengan obat yang sedang diuji, secara tidak sengaja menganggu pengujian.
"Ini akan terjadi dalam setiap uji klinis. Ini sangat umum. Hampir selalu ada seseorang yang meninggal atau mengalami stroke selama uji klinis. Hanya saja kebanyakan orang biasanya tidak bisa melihatnya. Penelitian tidak bekerja pada jalur linier, pasti ada rintangan," ucap Adrian Esterman, ahli biostatistik dari Universitas South Australia.
Meskipun mungkin mengecewakan, mendengar bahwa vaksin Covid-19 yang menjanjikan mengalami penundaan. Namun, fakta bahwa ini persis seperti cara uji klinis seharusnya bekerja, dengan multi-sistem tahapan cek dan keseimbangan yang secara ilmiah memastikan, apakah obat tersebut aman dan efektif sebelum diedarkan.
Penundaan seperti ini adalah alasan mengapa vaksin dan obat-obat medis secara umum tidak boleh terburu-buru lolos melalui pengujian. Terlepas dari risikonya, dalam menghadapi pandemi, banyak negara baru-baru ini tampaknya melakukan hal itu.
Bahkan di Amerika Serikat, hal yang sama telah secara resmi dipertimbangkan, dengan Presiden Trump secara kontroversial mendesak perilisan vaksin virus Corona menjelang pemilihan presiden pada November.
Namun, sembilan CEO perusahaan farmasi yang mengembangkan vaksin Covid-19, termasuk AstraZeneca, berjanji untuk menegakkan integritas proses ilmiah dan mengklaim tidak akan merilis vaksin uji apapun hingga vaksin tersebut melewati Tahap 3 pengujian.