Terbanyak, Ilmuwan Temukan 200 Kerangka Mamut di Lokasi Pembangunan Bandara

Selasa, 08 September 2020 | 10:30 WIB
Terbanyak, Ilmuwan Temukan 200 Kerangka Mamut di Lokasi Pembangunan Bandara
Ilustrasi mamut (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Para arkeolog menemukan 200 kerangka mamut purba di bawah lokasi pembangunan bandara di Tultepec, utara Mexico City. Itu merupakan koleksi penemuan tulang mamut terbanyak yang pernah ditemukan.

Arkeolog di National Institute of Anthropology and History Mexico pertama kali menyadari bahwa daerah itu mungkin menyembunyikan sisa-sisa mamut, setelah para ahli menemukan dua perangkap mamut yang digali pada November lalu, sebagai bagian dari penggalian rutin membersihkan lahan untuk lokasi bandara.

Perangkap tersebut berisi setidaknya empat belas tulang mamut Kolombia. Sementara lokasi pembangunan Bandara Internasional Felipe Ãngeles hanya berjarak 19,3 kilometer dari perangkap tersebut.

Di sana, tim penggalian menemukan pada Mei bahwa dasar Danau Xaltocan yang telah mengering, menampung setidaknya 60 kerangka mamut. Total yang ditemukan sejak itu mencapai 200 kerangka. Diprediksi masih banyak tulang yang tertimbun di bawah tanah.

Baca Juga: Arkeolog Aryadi Darwanto: Catatan Belanda, Masih Ada Ratusan Situs di Dieng

Penemuan kerangka mamut di Tultepec, utara Mexico City. [Ho/Inah/AFP]
Penemuan kerangka mamut di Tultepec, utara Mexico City. [Ho/Inah/AFP]

"Ada terlalu banyak tulang. Ada ratusan," kata Pedro Sánchez Nava, arkeolog di National Institute of Anthropology and History Mexico, seperti dikutip Science Alert, Selasa (8/9/2020).

Sekarang, seorang pengamat menemani setiap buldoser di lokasi konstruksi untuk berjaga-jaga jika ada orang lain yang menggali lubang mamut baru.

Situs mamut terbesar sebelumnya yang ditemukan di Hot Springs, South Dakota, menyimpan tulang sekitar 60 mamut.

Penemuan ini bisa menjelaskan mengapa mamut punah. Mamut Kolombia di Amerika Utara , hidup sekitar 1 juta tahun yang lalu. Hewan purba itu memiliki tinggi 4,8 meter dan hidup sekitar 70 hingga 80 tahun.

Tidak seperti jenis mamut lainnya, mamut Kolombia kemungkinan tidak memiliki banyak rambut. Ini disebabkan oleh adaptasi hewan dengan iklim Amerika Utara yang lebih hangat. Persebaran mamut ini kemudian mencapai Kanada hingga Nikaragua dan Honduras.

Baca Juga: Seram! Mumi Anak Anjing Ini Memakan Badak Berbulu Terakhir di Bumi

Mamut Kolombia punah antara 13.000 dan 10.000 tahun yang lalu. Banyak ahli paleontologi berpikir bahwa perburuan yang dilakukan manusia menjadi penyebab utama.

Dengan adanya penemuan ini, manusia jelas membunuh mamut. Namun, tidak jelas apakah manusia berperan dalam mendorong lebih dari 200 mamut ke dasar danau.

Para ilmuwan berspekulasi mungkin mamut terjebak di lumpur yang ada di sepanjang tepi danau, kemudian mati karena kelaparan atau tenggelam.

Hal itu bisa terjadi secara alami karena rerumputan dan alang-alang danau akan menarik mamut untuk memakannya. Tetapi jumlah kerangka yang sangat banyak juga bisa menunjukkan bahwa manusia dengan cerdik memanfaatkan lumpur tepi danau untuk keuntungan.

"Mungkin saja manusia mengejar mereka hingga ke lumpur," tambah Sánchez Nava.

Penemuan kerangka mamut di Tultepec, utara Mexico City. [Ho/Inah/AFP]
Penemuan kerangka mamut di Tultepec, utara Mexico City. [Ho/Inah/AFP]

Jika itu benar, maka manusia mampu membunuh mamut dalam jumlah lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Ini juga bisa menjadi bukti bahwa manusia purba memakan daging mamut sebagai bagian makanan pokok.

Namun, tulang yang ditemukan di lokasi bandara belum menunjukkan tanda-tanda yang mengindikasikan manusia membantai hewan tersebut.

Jika manusia terlibat dalam kematian mamut, itu akan menambah dukungan pada gagasan bahwa manusia berkontribusi atau menyebabkan kepunahan mamut Kolombia di Amerika. Teori lain menyebut bahwa hewan itu punah karena hilangnya habitat yang disebabkan oleh cuaca yang memanas saat zaman es berakhir.

Menurut ahli paleontologi Joaquin Arroyo-Cabrales, kombinasi dua faktor tersebut pun mungkin bisa terjadi.

"Saya pikir pada akhirnya ada efek sinergi antara perubahan iklim dan kehadiran manusia," ucap Arroyo-Cabrales.

Meskipun manusia tidak membunuh mamut di dasar danau secara langsung, bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa peradaban kuno di sekitar area tersebut menggunakan tulang hewan sebagai alat atau perkakas.

Arkeolog sejauh ini telah menemukan lusinan alat di sekitar sius yang setidaknya sebagian terbuat dari tulang mamut, seperti pisau dengan poros tulang mamut.

Ilustrasi Arkeolog. [Cesar Manso/AFP]
Ilustrasi Arkeolog. [Cesar Manso/AFP]

Tetapi para ahli tidak yakin tulang pada alat itu terbuat dari mamut yang ditemukan di dasar danau. Itu bisa saja berasal dari mamut lain.

Tes laboratorium lebih lanjut, dapat membantu para ahli paleontologi menentukan hubungan apa yang dimiliki manusia dengan tulang mamut di dasar danau atau apakah manusia membunuhnya, memakannya, dan menggunakan tulangnya sebagai alat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI