Suara.com - Para ilmuwan berlomba-lomba membuat vaksin Covid-19. Namun, mereka memberi peringatan bahwa tindakan buru-buru sangat tidak disarankan dan cenderung berbahaya. Bukan tanpa alasan, tapi melihat tragedi yang terjadi di masa lampau.
Pada 12 April 1955, pemerintah mengumumkan vaksin pertama untuk melindungi anak-anak dari polio. Dalam beberapa hari, laboratorium telah membuat ribuan vaksin.
Batch yang dibuat oleh satu perusahaan, Cutter Labs, secara tidak sengaja mengandung virus polio hidup dan menyebabkan wabah.
Lebih dari 200.000 anak mendapat vaksin polio, tetapi dalam beberapa hari kemudian pemerintah harus menghentikan program tersebut.
Baca Juga: Alhamdulillah, Vaksin Covid-19 AstraZeneca Masuki Uji Coba Tahap 3
"Empat puluh ribu anak terkena polio. Beberapa memiliki tingkat yang rendah, beberapa ratus menderita kelumpuhan, dan sekitar 10 orang meninggal," kata Dr. Howard Markel, dokter anak dan direktur Center for the History of Medicine di University of Michigan, seperti dikutip CNN, Rabu (2/9/2020).
Pemerintah saat itu menangguhkan program vaksinasi sampai menemukan letak kesalahan. Namun, peningkatan pengawasan gagal menemukan masalah lain dalam vaksin polio. Dari 1955 hingga 1963, antara 10 dan 30 persen vaksin polio terkontaminasi simian virus 40 (SV40).
Kemudian pada 1976, para ilmuwan meramalkan pandemi jenis baru influenza yang disebut flu babi. Pada saat itu, Presiden Ford diberi tahu oleh para penasihatnya bahwa flu babi mungkin seburuh flu Spanyol. Ford kemudian dibujuk mengajukan vaksin dengan segera dan akhirnya membuat keputusan untuk mewajibkan imunisasi.
Menurut CDC, pemerintah saat itu meluncurkan program tersebut dalam waktu sekitar tujuh bulan dan 40 juta orang mendapat vaksinasi flu babi.
Kampanye vaksinasi itu kemudian dikaitkan dengan kasus gangguan saraf yang disebut sindrom Guillain-Barre, yang dapat berkembang setelah infeksi atau setelah vaksinasi.
Baca Juga: Vaksin Bisa Buat Kondisi Kembali Normal? Satgas: Belum Ada Penelitiannya
"Sayangnya, karena vaksin itu dan fakta bahwa itu dilakukan dengan sangat tergesa-gesa, ada beberapa ratus kasus Guillain-Barre, meskipun belum pasti apakah itu terkait," ucap Michael Kinch, profesor onkologi radiasi di Washington University.
CDC mengatakan peningkatan risikonya adalah sekitar satu kasus tambahan Guillain-Barre untuk setiap 100.000 orang yang mendapat vaksin flu babi. Karena hal itu, pemerintah kemudian menghentikan program untuk menyelidiki.
Butuh beberapa insiden bagi orang untuk mulai tidak mempercayai vaksin. Markel mengatakan sikap masyarakat mulai berubah antara 1955 dan proyek vaksinasi flu babi pada 1976 yang bermasalah.
Markel menyebut, ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem membuat gagasan bahwa FDA akan mempercepat proses ini sebelum uji klinis tahap akhir selesai "sangat bodoh".
Komisaris FDA Hahn mengatakan bahwa keputusan vaksin akan didasarkan pada data, bukan politik. Tetapi Kinch juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Markel.
"Ini bisa menyebabkan kerusakan besar," kata Kinch.
Kinch juga merupakan pasien dalam salah satu uji coba vaksin itu sendiri, mengataan proses uji klinis perlu diikuti sampai akhir. EUA yang terlalu dini hanya untuk mendapatkan vaksin dapat menyebabkan "skenario mimpi buruk" karena beberapa alasan.
Pertama, vaksin mungkin tidak aman. Kedua, jika tidak aman, orang akan kehilangan kepercayaan pada vaksin. Ketiga, jika vaksin tidak menawarkan perlindungan menyeluruh, orang akan memiliki rasa aman yang palsu dan akan meningkatkan risikonya.
Keempat, jika vaksin di bawah standar mendapat EUA, vaksin yang lebih baik mungkin tidak akan pernah mendapat persetujuan karena orang akan enggan untuk mendaftar dalam uji coba.
Kinch menambahkan bahwa banyak orang akan mati sia-sia jika pemerintah mengambil risiko dengan ini. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan benar.