Suara.com - Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam pembuatan vaksin virus Corona (Covid-19) di Universitas Oxford, Sarah Gilbert, memperingatkan lebih banyak virus akan berpindah dari hewan ke manusia, dalam waktu dekat karena gaya hidup modern.
Profesor Gilbert mengatakan, perjalanan global dan populasi yang terus bertambah, meningkatkan risiko wabah infeksi zoonosis.
Penyakit yang ditularkan oleh hewan menjadi lebih umum dalam beberapa tahun terakhir karena pertanian intensif untuk daging dan penggundulan hutan, yang membuat hewan lebih dekat satu sama lain dan dengan manusia.
Profesor Gilbert menyebut, pandemi saat ini menyoroti bagaimana perjalanan internasional memperburuk penyebaran virus ini dan populasi yang lebih besar membuat virus lebih sulit diberantas.
Baca Juga: Ilmuwan Pertanyakan dari Mana Asal Air di Bumi
Asal pasti Covid-19 saat ini tidak diketahui, tetapi konsensusnya adalah itu berasal dari kelelawar sebelum melompat ke hewan lain, yang kemudian menularkannya kepada manusia.
"Karena hal-hal yang terjadi di dunia, kemungkinan besar kita akan mengalami infeksi zoonosis yang menyebabkan wabah di masa depan," kata Profesor Gilbert, seperti dikutip Dailymail, Selasa (1/9/2020).
Menurutnya, kepadatan populasi lebih besar, perjalanan lebih banyak, penggundulan hutan, semua hal itu membuat kemungkinan besar wabah seperti ini akan terjadi lagi dan suatu saat akan menyebar.
Covid-19 telah terbukti menjadi penyakit zoonosis paling mematikan dan menular, yang telah merenggut nyawa 850.000 orang di seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 25 juta orang.
Contoh virus mematikan lainnya termasuk Ebola, MERS, Virus West Nile, dan rabies, keseluruhannya juga berasal dan muncul dari hewan. Setiap tahun, dua juta orang yang sebagian besar berasal dari negara miskin, meninggal karena penyakit zoonosis.
Baca Juga: Pertama Kalinya, Ilmuwan Ungkap Penampakan Embrio Dinosaurus
Gagasan ini muncul setelah laporan PBB pada Juli memperingatkan jumlah wabah infeksi semacam itu akan terus meningkat, kecuali pekerjaan konservasi dilakukan untuk melindungi satwa liar.
Menurut Profesor Delia Randolph, ahli epidemiologi hewan dan penulis utama laporan PBB, menggambarkan 'tren yang sangat jelas' sejak tahun 1930-an yang menunjukkan bahwa 75 persen penyakit manusia yang muncul berasal dari satwa liar.
Perusakan habitat hewan memaksa para hewan melakukan kontak lebih dekat dengan manusia, sehingga meningkatkan risiko penularan penyakit.
Perubahan iklim juga dapat berkontribusi pada hal ini dengan membuat peristiwa cuaca ekstrem, seperti banjir lebih sering terjadi dan mengusir hewan dari habitatnya. Sebagai contoh di Madagaskar, wabah pes disebarkan oleh hewan pengerat yang melarikan diri dari kebakaran hutan dan kebakaran menjadi lebih sering terjadi saat Bumi memanas.
Aktivitas manusia juga sering meruntuhkan penghalang alami yang melindungi manusia dari patogen penyakit. Rute transmisi utama antara lingkungan dan manusia adalah melalui perburuan dan memakan hewan liar dan eksotis. Perdagangan satwa liar ilegal membuat berbagai hewan hidup, termasuk kelelawar, menjadi lebih dekat dengan orang-orang di pasar.
Hewan-hewan liar seperti ular, berang-berang, landak, dan bayi buaya termasuk di antara spesies yang dijual di Pasar Grosir Makanan Laut Huanan di Wuhan, yang awalnya diyakini sebagai pusat munculnya pandemi.
Namun, para ilmuwan masih belum mengetahui apakah penyakit ini benar-benar berasal dari sana, setelah para ahli internasional yang menyelidiki penyebab pandemi tidak menemukan bukti penyakit ganas di pasar.
Bahkan, sekarang ada spekulasi berkembang bahwa virus itu mungkin secara tidak sengaja tumpah dari laboratorium biokimia di Wuhan. Teori tersebut sebagian didorong oleh Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa ia telah diberikan bukti oleh komunitas intelijen Amerika Serikat.