Waduh! Vaksin Covid-19 Disebut Kurang Efektif Orang Bertubuh Gemuk

Kamis, 27 Agustus 2020 | 16:30 WIB
Waduh! Vaksin Covid-19 Disebut Kurang Efektif Orang Bertubuh Gemuk
Ilustrasi kegemukan (obesitas). (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut penelitian, angka kematian karena virus Corona (Covid-19) pada orang yang memiliki tubuh gemuk sebesar 48 persen dan vaksin mungkin tidak bekerja dengan baik.

Para ilmuwan melihat data medis untuk menentukan bahwa kelebihan berat badan yang parah juga meningkatkan risiko rawat inap lebih dari dua kali lipat atau sekitar 113 persen. Orang-orang yang mengalami obesitas juga 74 persen kemungkinan akan berakhir di perawatan intensif.

Para ahli mengatakan gula berlebih dalam darah dan pembengkakan di pembuluh darah, yang lebih sering terjadi pada orang yang kelebihan berat badan, menganggu sel kekebalan dan membuat orang bertubuh gemuk juga tidak dapat melawan infeksi.

Orang dengan tubuh gemuk pun lebih sulit dirawat dalam perawatan intensif karena berat tubuhnya membuat ventilator tidak berfungsi dengan baik.

Baca Juga: Bak Misteri, Satgas Sebut Covid-19 Tidak Akan Berakhir Meski Ada Vaksin

Ilustrasi virus corona. [Shutterstock]
Ilustrasi virus corona. [Shutterstock]

Para ahli juga memperingatkan bahwa vaksin mungkin tidak bekerja dengan baik pada orang-orang yang bertubuh gemuk karena alasan yang sama, bahwa sistem kekebalan tubuh mereka terganggu.

Ini berarti jutaan orang yang paling membutuhkan perlindungan dari virus mungkin tidak mendapatkannya sebaik orang lain. Dilaporkan satu dari tiga orang dewasa di Inggris dan 40 persen orang Amerika sendiri mengalami obesitas.

Para ilmuwan yang ditugaskan oleh Bank Dunia mengatakan tidak ada yang menunjukkan bahwa vaksin tidak akan berfungsi sama sekali, tetapi para ahli harus menyadari bahwa vaksin itu bisa jadi kurang efektif.

Pernyataan itu dibuat oleh para ilmuwan di University of North Carolina, Chape Hill, dalam sebuah makalah ilmiah yang mengeksplorasi hubungan dari obesitas dnegan komlikasi Covid-19.

"Kami tidak mengatakan bahwa vaksin tidak akan efektif pada populasi dengan obesitas. Namun, obesitas harus dianggap sebagai faktor pengubah untuk dipertimbangkan dalam pengujian vaksin. Bahkan, vaksin yang kurang protektif masih akan menawarkan beberapa tingkat kekebalan," kata Profesor Melinda Beck, seperti dikutip Dailymail pada Kamis (27/8/2020).

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Tak Bertahan Lama, Dosisnya 2 Kali Suntik per Orang

Profesor Beck dan timnya menyarankan agar para ilmuwan lain yang menguji coba vaksin eksperimental harus mempertimbangkan apakah orang-orang-orang dalam percobaan tersebut mengalami obesitas dan apakah ini mempengaruhi keefektifan vaksin.

"Sangat penting bahwa semua uji coba dan studi vaksin menyertakan BMI (indeks massa tubuh) sebagai perancu potensial untuk efektivitas dan perlindungan vaksin," tulis para ilmuwan.

Ada lusinan upaya vaksin yang sedang dikembangkan di seluruh dunia saat ini, dengan banyak di antaranya sudah dalam uji coba pada manusia.

Beberapa dari opsi utama telah dikembangkan oleh para ilmuwan di Inggris yang dikembangkan oleh Universitas Oxford.

Profesor Beck dan timnya menjelaskan bahwa obesitas membuat sistem kekebalan menjadi lemah. Gula darah tinggi, peradangan dan resistensi insulin, semuanya berkontribusi pada hal ini.

Peradangan, sejenis pembengkakan internal yang dapat terjadi pada orang yang kelebihan berat badan dan tidak sehat, dapat menguras energi sistem kekebalan karena terus-menerus berusaha menghentikannya untuk merusak tubuh.

Ilustrasi vaksin Covid-19. (Shutterstock)
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Shutterstock)

Studi sebelumnya, tim North Carolina mengatakan obesitas telah terbukti menganggu perkembangan memori imunologis. Para ahli mengatakan bahwa orang dengan lemak tubuh berlebih memiliki kekebalan yang lebih lemah setelah vaksin flu dan dua kali lebih mungkin untuk tetap terserang flu atau penyakit seperti flu meskipun telah divaksin.

Ilmuwan menambahkan bahwa orang-orang bertubuh gemuk juga tidak menghasilkan jenis sel kekebalan tertentu lainnya, yang dikenal sebagai sel T, secara efektif. Respons kekebalan yang terganggu ini juga bisa membuat orang gemuk lebih mungkin sakit parah atau bahkan meninggal dunia jika tertular Covid-19.

Tinjauan para ahli menemukan bahwa orang dengan BMI di atas 30 memiliki kemungkinan 113 persen lebih besar untuk berakhir di rumah sakit, 74 persen lebih mungkin membutuhkan perawatan intensif, dan 48 persen lebih mungkin meninggal dunia daripada orang dengan bedan badan sehat.

"Individu dengan obesitas juga lebih mungkin mengalami penyakit fisik yang membuat melawan penyakit ini lebih sulit, seperti sleep apnea, yang meningkatkan hipertensi pulmonal, atau indeks massa tubuh yang meningkatkan kesulitan dalam pengaturan rumah sakit dengan intubasi," tambah Profesor Beck.

Ilustrasi vaksin COVID-19. [Shutterstock]
Ilustrasi vaksin COVID-19. [Shutterstock]

Sebuah penelitian terpisah yang dilakukan oleh ilmuwan University College London bulan ini menemukan bahwa obesitas dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan Covid-19 hingga 240 persen. Menurut para ahli, hal ini dapat menjelaskan mengapa negara-negara Barat seperti Ingggris dan Amerika Serikat begitu terdampak oleh virus tersebut dibandingkan dengan negara-negara Asia. Obesitas jauh lebih umum di negara-negara di mana junk food dan pekerjaan kantor tersebar luas.

Laporan resmi Public Health England menunjukkan bahwa orang bertubuh gemuk bisa tiga kali lebih mungkin meninggal dunia daripada orang yang memiliki berat badan sehat. Para ahli dibalik laporan itu mengatakan setiap kilogram berat badan orang yang hilang akan mengurangi risiko dirawat di rumah sakit karena Covid-19.

Penelitian dari para ilmuwan di University of North Carolina ini sendiri telah diterbitkan di jurnal ilmiah Obesity Reviews.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI