Lindungi Keamanan Data dengan Penggunaan Software Legal

Rabu, 26 Agustus 2020 | 09:15 WIB
Lindungi Keamanan Data dengan Penggunaan Software Legal
Ilustrasi software. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - BSA The Software Alliance menyebut, teleworking melalui platform online di tengah pandemi virus Corona (Covid-19), meningkatkan risiko penipuan dunia maya lebih tinggi daripada sebelumnya dan serangan online menjadi lebih kompleks.

Ancaman dunia maya meningkat dengan meluasnya penggunaan perangkat lunak (software) tidak berlisensi di ASEAN. Menurut data dari IBM dan McAfee, ancaman keamanan siber diperparah dengan luasnya penggunaan perangkat lunak tidak berlisensi di Asia Tenggara, yang sering mengandung malware atau memiliki keamanan yang rentan dan membuat perangkat mudah untuk diserang.

Saat ini sebanyak 83 persen perusahaan besar di Indonesia diperkirakan menggunakan perangkat lunak yang tidak berlisensi.

Organisasi sekarang menghadapi 1 dari 3 kemungkinan menemukan malware saat mereka mendapatkan atau menginstal paket perangkat lunak yang tidak berlisensi atau membeli komputer dengan perangkat lunak tidak berlisensi di dalamnya.

Baca Juga: Marak Peretasan, Ariel Heryanto Ikut Buka Komentar

Ilustrasi malware. [Shutterstock]
Ilustrasi malware. [Shutterstock]

"Dengan meningkatnya pola kerja jarak jauh melalui platform online dan normalisasi kebijakan kerja dari rumah, perusahaan dihadapkan pada risiko penipuan siber yang lebih tinggi daripada sebelumnya dan serangan online ini menjadi lebih kompleks dan merugikan," kata Tarun Sawney, Senior Director BSA, dalam virtual meeting pada Selasa (25/8/2020).

Untuk mengatasi ancaman ini, penyiapan TI yang efektif diperlukan agar bisnis dapat beroperasi di bawah new normal. Mulai dari menggunakan perangkat lunak asli dan selalu diperbarui, untuk memperbaiki kerentanan keamanan dan memastikan kompatibilitas, serta pencipta perangkat lunak dapat mendukung perusahaan jika kerentanan keamanan muncul.

Menurut BSA, saat menggunakan perangkat lunak legal, kecil kemungkinannya untuk gagal atau malfungsi yang menjamin ketenangan pikiran, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan manajemen yang efisien.

Untuk meningkatkan kesadaran penggunaan perangkat lunak legal, BSA menyiapkan kampanye Legalize and Protect dengan inisiatif ASEAN Safeguard yang menawarkan konsultasi gratis kepada 40.000 perusahaan di seluruh Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

Perusahaan-perusahaan yang dijangkau oleh BSA telah teridentifikasi berisiko tinggi dan rentan terhadap serangan siber dan ASEAN Safeguard membantu perusahaan tersebut dalam proses menuju legalisasi perangkat lunak secara penuh.

Menurut Sawney, kampanye BSA Legalize and Protect berupaya untuk mengedukasi penggunaan perangkat lunak berlisensi bagi perusahaan-perusahaan, membantu selama proses melegalkan perangkat lunak, dan membantu mencegah kerusakan keamanan siber.

Baca Juga: Situs Berita Tempo.co Diretas, Pemred: Ada Dugaan untuk Membungkam

Kampanye ini pun mendapat dukungan pemerintah, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo).

Menurut Henri Subiakto, Staf Ahli Menteri Kominfo, penjahat siber memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat yang kurang edukasi mengenai risiko dan pentingnya menjaga data pribadi.

"Salah satu bentuk menjaga data pribadi adalah dengan menggunakan perangkat lunak legal agar tidak terhindar dari malware dan tidak memberikan data pribadi hanya karena tergiur adanya tawaran marketing," kata Henri.

Ia menambahkan bahwa ada beberapa kemungkinan munculkan peretasan data pribadi, seperti IDOR (Insecure Direct Object References) di mana hacker mengakses data akun pengguna lain melalui akun pribadi, CVE (Common Vulnerabilities and Exposures) di mana aplikasi yang dipakai tidak terupdate atau hardware yang memmiliki vulnarability, human error di mana minimnya edukasi kerahasiaan data, dan seluruh aspek yang munculnya celah keamanan.

Ilustrasi hackers. [Shutterstock]
Ilustrasi hackers. [Shutterstock]

Perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan perangkat lunak legal rentan terkena peretasan. Akibat peretasan data pada lembaga yang terkena mencakup legal liability, yaitu organisasi dan negara dinilai lalai melindungi data pribadi, berpotensi muncul legal dispute, business reputation, serta lost productivity di mana ada keuntungan, ide, inovasi yang diambil alih oleh kompetitor.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI