Suara.com - Mamalia yang berkerabat dengan gajah tapi berukuran sekecil tikus ditemukan kembali di Afrika setelah 50 tahun.
Keberadaan tikus gajah terakhir kali dicatat secara ilmiah pada tahun 1970-an - sehingga ia disebut sebagai "spesies yang hilang" - meskipun ada penampakan lokal.
Spesies itu ditemukan dalam keadaan hidup dan sehat di Djibouti, sebuah negara area yang dikenal sebagai "Horn of Africa", di Afrika, dalam satu ekspedisi ilmiah.
Celurut gajah, atau sengi, bukanlah celurut atau gajah, tetapi berkerabat dengan aardvark, gajah, dan manate (lembu laut).
Baca Juga: Gara-gara Tikus sebuah Showroom Mobil Kebakaran, Kerugian Capai Rp 140 M
Mereka memiliki bentuk hidung yang khas, seperti belalai, yang mereka gunakan untuk memakan serangga.
- Fosil spesies baru dinosaurus kerabat Tyrannosaurus rex ditemukan di Inggris
- 'Babi paling jelek di dunia' dari Indonesia tiba di kebun binatang London
- Papua Nugini: 'Pulau Surga' yang simpan keanekaragaman hayati terbesar di dunia 'jauh melebihi Kalimantan'
Terdapat 20 spesies sengi di dunia, dan sengi Somalia (Elephantulus revoilii) adalah salah satu yang paling misterius. Spesies ini diketahui sains hanya dari 39 individu yang dikumpulkan puluhan tahun lalu dan disimpan di museum. Ia sebelumnya hanya dikenal dari Somalia, karena itulah dinamakan sengi Somalia.
Steven Heritage, seorang peneliti di Duke University Lemur Center di Durham, AS, dan anggota ekspedisi ke Tanduk Afrika pada 2019, mengatakan ia sangat senang bisa menempatkan spesies tersebut "kembali masuk dalam radar".
Ia berkata kepada BBC: "Kami sangat bersemangat dan gembira ketika membuka jebakan pertama yang di dalamnya ada seekor celurut gajah, seekor sengi Somalia.
"Kami tidak tahu spesies mana yang ada di Djibouti dan ketika kami melihat ciri diagnostik berupa ekor berumbai kecil, kami saling menatap dan kami tahu bahwa itu adalah sesuatu yang istimewa."
Baca Juga: Kisah Penyelamat Gajah di Kuil India: Penyiksa Teteskan Air Mata Buaya
Para ilmuwan telah mendengar laporan penampakan di Djibouti, dan Houssein Rayaleh, seorang ahli ekologi dan konservasi asal Djibouti yang bergabung dalam perjalanan tersebut, yakin bahwa ia pernah melihat hewan itu sebelumnya.
Ia mengatakan, meski orang-orang di Djibouti tidak pernah menganggap sengi "hilang", penelitian baru ini mengembalikan sengi Somalia ke komunitas ilmiah, suatu kontribusi yang sangat dihargai.
"Bagi Djibouti, ini adalah kisah penting yang menyoroti keanekaragaman hayati yang luar biasa di negara dan wilayah tersebut dan menunjukkan bahwa ada peluang untuk ilmu pengetahuan dan penelitian baru di sini," ujarnya.
Umpan selai kacang
Tim ekspedisi memasang lebih dari 1.000 perangkap di 12 lokasi, memasang umpan berupa campuran selai kacang, oatmeal, dan ragi. Mereka menangkap satu hewan itu dalam perangkap pertama yang mereka pasang di lanskap kering berbatu di Djibouti.
Secara total, mereka melihat 12 sengi selama ekspedisi mereka dan untuk pertama kalinya mendapatkan foto dan video celurut gajah Somalia yang masih hidup untuk dokumentasi ilmiah.
Mereka tidak melihat adanya ancaman langsung terhadap habitat spesies tersebut, yang tidak dapat diakses dan jauh dari pertanian dan pembangunan manusia.
Kelimpahan spesies ini tampaknya serupa dengan tikus gajah lainnya dan jangkauannya dapat melampaui Somalia hingga Djibouti dan mungkin Ethiopia.
Sengi Somalia adalah salah satu dari 25 "spesies hilang yang paling dicari" menurut badan amal, Konservasi Margasatwa Global.
"Biasanya ketika kami menemukan kembali spesies yang hilang, kami hanya menemukan satu atau dua individu dan harus bertindak cepat untuk berusaha mencegah kepunahan yang akan segera terjadi," kata Robin Moore.
"Ini adalah penemuan kembali yang melegakan di masa yang kacau bagi planet kita, dan yang memberi kita harapan baru untuk spesies mamalia kecil lain dalam daftar paling dicari, seperti mondok emas DeWinton, spesies yang masih berkerabat dengan sengi, dan tikus awan Pulau Ilin. "
Teka-teki baru
Analisis DNA menunjukkan bahwa sengi Somalia berkerabat paling dekat dengan spesies lain di Maroko dan Afrika Selatan, sehingga ia ditempatkan dalam genus baru.
Entah bagaimana caranya, mamalia menyebar melintasi jarak yang sangat jauh dari waktu ke waktu, meninggalkan teka-teki bagi para ahli biologi.
Para ilmuwan berencana untuk meluncurkan ekspedisi lain pada tahun 2022 dengan melacak individu sengi dengan GPS radio untuk mempelajari perilaku dan ekologinya.
Kelsey Neam dari Global Wildlife Conservation menambahkan: "Menemukan sengi Somalia di alam liar adalah langkah pertama dalam konservasi. Sekarang setelah kita tahu bahwa ia masih ada, para ilmuwan dan ahli konservasi akan bisa memastikan bahwa ia tidak akan pernah menghilang lagi."
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Peer J.