Suara.com - Selama tujuh tahun terakhir, Sangita Iyer mengemban misi untuk menghentikan eksploitasi gajah atas nama agama.
"Dewa macam apa yang bisa mentolerir penyiksaan terhadap ciptaannya sendiri? Ini benar-benar menyayat hati," katanya kepada BBC.
Pembuat film dokumenter ini lahir di negara bagian Kerala, India (dia sekarang tinggal di Toronto). Dia mengatakan bahwa seperti kebanyakan anak-anak, dia juga senang melihat gajah ketika kecil.
"Saya melihat gajah diarak ketika saya masih kecil dan saya pikir mereka sangat cantik," kata Sangita Iyer.
Baca Juga: Singapura Musnahkan 9 Ton Gading Gajah Ilegal Senilai Rp 191 Miliar
Dia baru mengetahui kemudian tentang hal mengerikan yang dialami gajah-gajah itu.
- Gajah Asia: Diburu, dibunuh dan dikuliti untuk aksesori dan obat
- 'Penderitaan Tikiri telah berakhir': Gajah kurus berumur 70 tahun telah mati
- Gajah kurus kering 'harus bekerja setiap malam' di festival
Luka yang mengerikan
Setelah tinggal di Kanada selama bertahun-tahun, dia kembali ke India pada 2013 untuk memperingati setahun kematian ayahnya.
Dalam perjalanan itu, Sangita melihat gajah-gajah tanpa ornamen dan baju upacara mereka. Dia sangat terkejut.
"Begitu banyak gajah memiliki luka mengerikan di pinggul mereka, dengan tumor besar dan darah mengalir dari pergelangan kaki karena rantai telah melukai daging mereka - dan banyak dari mereka yang buta."
Kondisi hewan pekerja dan pertunjukan (seperti yang ada di sirkus) didokumentasikan dengan baik. Film dokumenter Sangita, Gods in Shackles, mengungkap penderitaan gajah kuil.
Baca Juga: Lockdown Covid-19 Meredam Konflik Manusia - Gajah di Sri Lanka
"Mereka sangat tidak berdaya dan rantainya sangat berat. Sungguh memilukan bagi saya untuk menyaksikan ini."