Suara.com - Lembaga riset ilmiah Ember mencatat bahwa penggunaan tenaga surya dan angin, sebagai bagian dari listrik global telah berlipat ganda sejak 2015 lalu.
Berdasarkan data yang dihimpum Ember, jumlah penggunaan energi tenaga Matahari dan angin sudah mencapai sekitar sepersepuluh dari bauran energi global, atau mencapai jumlah energi yang hampir sama dengan yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir.
Di sisi lain, sumber tenaga bebas karbon tersebut terus menggantikan batubara yang tidak ramah lingkungan karena menimbulkan polusi udara. Penggunaan pembangkit listrik tenaga batubara turun 8,3 persen pada paruh pertama 2020, dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.
Menurut Ember, kenaikan angin dan matahari berkontribusi pada 30 persen dari penurunan penggunaan batubara, sementara faktor laonnya dipengaruhi pandemi Covid-19 yang mendorong terjadinya penurunan konsumsi listrik industri turun.
Baca Juga: Cuaca Panas Ekstrem, Warga di California Terancam Terkena Pemadaman Listrik
"Negara-negara di seluruh dunia sekarang berada di jalur yang sama, yaitu membangun turbin angin dan panel surya untuk menggantikan listrik dari pembangkit listrik tenaga batubara dan gas," kata Dave Jones, analis listrik senior di Ember, seperti dikutip dari The Verge, Senin (17/8/2020).
Saat ini, negara-negara di Uni Eropa memimpin dalam hal konsumsi listrik tenaga angin dan matahari. Jerman menyumbang 42 persen dari bauran listrik, 33 persen di Inggris, dan 21 persen lainnya dikonsumsi anggota Uni Eropa lainnya.
Jumlah tersebut juga merupakan proporsi energi terbarukan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tiga penyumbang polusi karbon teratas di dunia saat ini, yang berasal dari China, Amerika Serikat, dan India.
Khusus untuk China, negara ini merupakan penyumbang terbesar penggunaan listrik tenaga batubara di seluruh dunia, seiring dengan masifnya pertumbuhan industri di negara tersebut.
Meski begitu, Jones mengatakan bahwa penurunan penggunaan listrik tenaga batubara yang hanya 8% masih belum bisa mengurangi perubahan iklim secara global.
Baca Juga: Canggih! Pembangkit Listrik tenaga Sampah Pertama RI Beroperasi di Surabaya
“Fakta bahwa selama pandemi global, pembangkit batubara masih hanya turun 8 persen menunjukkan seberapa jauh kita berada di luar jalur (perubahan iklim),” tutup Jones.