Nekad! Belum Teruji, Putin Klaim Beri Vaksin Covid-19 ke Anaknya

Rabu, 12 Agustus 2020 | 12:46 WIB
Nekad! Belum Teruji, Putin Klaim Beri Vaksin Covid-19 ke Anaknya
Peneliti berupaya menciptakan vaksin virus corona. (ANTARA/Shutterstock/am.)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia telah mendaftarkan vaksin virus Corona (Covid-19). Namun, vaksin tersebut masih dianggap belum terbukti secara luas karena belum menyelesaikan uji klinis kritis untuk membuktikan bahwa itu aman dan efektif.

Selain belum menyelesaikan uji klinis, Vladimir Putin juga mengklaim salah satu anak perempuannya telah menerima vaksin tersebut.

"Dia telah mengambil bagian dalam eksperimen tersebut," kata Putin, dilansir laman The Verge, Rabu (12/8/2020).

Sejauh ini, vaksin dibuat Gamaleya Institute baru diuji pada kelompok orang yang relatif kecil. Ini belum menyelesaikan tahap ketiga dari uji klinis, yang dirancang untuk menunjukkan bahwa vaksin dapat bekerja dengan aman pada populasi umum.

Baca Juga: WHO Pantau Vaksin Sputnik Buatan Rusia, Ampuh Cegah Covid-19?

Presiden Rusia, Vladimir Putin (Shutterstock).
Presiden Rusia, Vladimir Putin (Shutterstock).

Sebaliknya, Rusia berencana memvaksinasi sukarelawan, termasuk pekerja medis dan guru. Sementara uji coba fase III masih berlangsung.

"Mengapa perusahaan Rusia tidak mengikuti aturan seperti perusahaan lainnya? Aturan untuk melakukan uji klinis tertulis dalam darah. Itu tidak dapat dilanggar. Ini seperti Kotak Pandora dan kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada orang yang disuntik dengan vaksin yang belum terbukti," ucap Svetlana Zavidova, direktur eksekutif Association of Clinical Trials Organizations Rusia.

Vaksin Rusia ini menggunakan virus hidup yang dilemahkan untuk menyuntikkan materi genetik dari virus Corona ke dalam sel manusia. Ini memicu respons kekebalan, yang seharusnya membantu melindungi orang dari infeksi virus Corona di masa depan.

Metode yang sama digunakan Universitas Oxford dan AstraZeneca dalam vaksin mereka. Ini juga merupakan teknik yang sama yang digunakan dalam vaksin CanSino China, yang baru-baru ini disetujui untuk digunakan di militer China.

Banyak negara dan lembaga di seluruh dunia berlomba menjadi yang pertama, membuat vaksin untuk menghentikan pandemi Covid-19 saat ini. Tetapi para ahli khawatir bahwa membawa vaksin yang belum teruji ke pasar dapat menimbulkan konsekuensi serius.

Baca Juga: Update Covid-19 Global: Rusia Akan Lakukan Vaksinasi Massal Oktober 2020

"Saya berharap China dan Rusia benar-benar menguji vaksin sebelum mereka memberikan vaksin kepada siapapun," kata Anthony Fauci pada sidang kongres bulan lalu.

Ada tiga kekhawatiran utama terkait dengan memberikan vaksin yang belum terbukti ke publik. Jika vaksin tersebut tidak aman atau memiliki efek samping yang parah, maka dapat membahayakan nyawa orang.

Jika vaksin tidak berhasil, orang-orang dapat leluasa bepergian ke seluruh dunia dengan perasaan aman atau terlindungi yang palsu dan hal itu berpotensi memperburuk penyebaran penyakit.

Kemudian, jika salah satu dari hal itu terjadi, ada risiko yang sangat serius di mana ketidakpercayaan orang-orang terhadap vaksin akan meningkat, mempersulit pejabat kesehatan masyarakat untuk menghentikan wabah penyakit di masa depan.

"Kepercayaan dalam proses pengembangan obat baru itu rapuh. Kita tidak bisa menempatkannya dalam risiko," kata Alex John London, direktur Center for Ethics and Policy di Carnegie Mellon University.

Tenaga medis menangani virus corona di Rusia. [Yuri KADOBNOV / AFP]
Tenaga medis menangani virus corona di Rusia. [Yuri KADOBNOV / AFP]

Tampaknya, Rusia kurang peduli dengan kepercayaan dalam proses pengembangan obat baru dan lebih fokus menjadi yang pertama menyetujui vaksin untuk penggunaan publik.

Dalam gema Perang Dingin, vaksin itu dijuluki "Sputnik V", diambil dari nama satelit pertama. Beberapa ahli khawatir langkah tersebut akan menciptakan tekanan bagi negara lain untuk mengambil jalan pintas dengan cara yang sama.

Putin mengklaim bahwa vaksin itu bekerja "cukup efektif". Tetapi masih hampir tidak ada data untuk mendukung klaim tersebut, yang tidak cukup baik bagi banyak pakar.

"Sains membutuhkan waktu yang cukup lama," komentar Karen Maschke, editor jurnal Ethics & Human Research. Maschke khawatir bahwa rencana Rusia untuk bergerak maju dengan persetujuan vaksin sebelum menyelesaikan uji coba fase III mungkin menekan negara lain, termasuk Amerika Serikat, untuk melakukan hal yang sama.

Penggunaan vaksin yang belum terbukti akan berhasil ini menempatkan Rusia dalam pertaruhan. Mempertaruhkan nyawa dan kesejahteraan putri predisennya, segelintir tentara, dan menyusul beberapa guru serta pekerja medis dalam prosesnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI