Penting, Jangan Percaya Deretan Mitos Masker Ini!

Kamis, 06 Agustus 2020 | 12:21 WIB
Penting, Jangan Percaya Deretan Mitos Masker Ini!
Ilustrasi menggunakan masker di tempat umum.[Pexels/Anna Shvets]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Menurut pedoman Pusat pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), penggunaan masker penutup wajah dapat membantu mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19). Namun, masih banyak masyarakat yang tidak memedulikan pedoman tersebut.

Ada banyak informasi yang salah atau mitos tentang masker penutup wajah yang beredar di masyarakat. Hal tersebut sangat berbahaya karena tak sedikit, orang merasa tidak perlu menggunakan masker wajah jika tidak mengalami gejala.

Padahal, tidak ada yang menjamin bahwa orang tersebut tidak menyebarkan virus atau terinfeksi tapi tidak menunjukkan adanya gejala.

Dilansir dari CNET, Kamis (5/8/2020), berikut lima mitos tentang masker wajah yang tidak boleh dipercaya oleh masyarakat:

Baca Juga: Google Kampanyekan Penggunaan Masker Lewat Doodle Hari Ini

1. Virus Covid-19 tidak nyata, jadi tidak perlu menutupi wajah

Lebih dari 16,4 juta kasus Covid-19 dikonfirmasi dan hampir 654.000 angka kematian yang tercatat di seluruh dunia, tapi beberapa orang masih percaya bahwa virus itu tidak nyata atau tipuan.

Sebagai contoh, Amerika Serikat telah memiliki lebih dari 4 juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 150.000 kematian.

Tetapi menurut laporan Marketwatch, sekitar satu dari tiga orang Amerika percaya bahwa virus Corona belum membunuh sebanyak yang dilaporkan.

Video-video berisi konspirasi yang beredar luas di dunia maya pun telah berulang kali dibantah oleh seluruh komunitas medis dan ilmiah.

Baca Juga: Trik dan Tips Make Up Tahan Lama Saat Pakai Masker dan Face Shield

Seharusnya, penggunaan masker tetap diterapkan jika seseorang pergi ke luar rumah karena tidak ada yang tahu apakah orang tersebut, atau yang lainnya mungkin terinfeksi tanpa diketahui, entah karena asimptomatik, presimptomatik, atau salah mengira gejala ringan untuk penyebab lain.

2. Masker dapat dibuat dari bahan apa saja selama wajah tertutup

Banyaknya kelompok orang yang menentang gagasan mengenakan masker wajah (anti-maskers), beberapa penjual online menawarkan masker jala dan berenda, dengan klaim bahwa masker tersebut membuat penggunanya lebih mudah bernapas.

Faktanya, tenunan terbuka tidak memenuhi fungsi masker untuk menjebak tetesan pernapasan ukuran besar, ketika penggunanya berbicara, batuk, dan bersin.

Ilustrasi masker kain buatan sendiri. [Shutterstock]
Ilustrasi masker kain buatan sendiri. [Shutterstock]

Masker terbaik memiliki bahan yang dapat dirajut rapat dan/atau kantong filter, untuk membantu mencegah tetesan pernapasan keluar dari masker. Masker paling protektif, yaitu N95 dapat memblokir 95 persen partikel kecil, termasuk virus.

Tetapi selama pandemi, jenis masker ini sulit didapat dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, masker tersebut harus diprioritaskan untuk petugas medis terlebih dahulu.

Sebuah penelitian dari University of Arizona menemukan bahwa memakai masker penutup wajah, mengurangi risiko infeksi sebesar 24 persen untuk masker berbahan kapas sederhana dan hingga 99 persen untuk masker dengan tingkat medis yang profesional.

Para ilmuwan juga telah menyusun peringkat bahan masker wajah dari yang paling efektif hingga yang paling tidak efektif dalam pengujian.

3. Hanya orang sakit yang perlu memakai masker

Hanya karena seseorang tidak mengalami gejala Covid-19, bukan berarti orang tersebut tidak sakit. CDC mengutip lebih dari selusin penelitian yang menunjukkan, orang tanpa gejala masih dapat menyebarkan virus Corona, termasuk jika orang tersebut tidak sadar telah terinfeksi.

Untuk mencegah penularan virus ke orang lain, hal yang paling aman dilakukan adalah mengenakan masker setiap kali berada di dekat seseorang ketika pergi ke luar rumah. Ini akan membantu menurunkan risiko penyebaran tetesan pernapasan karena berbicara, batuk, dan bersin.

Batuk merupakan gejala infeksi pneumonia misterius di China. (Shutterstock)
Batuk merupakan gejala infeksi pneumonia misterius di China. (Shutterstock)

Ada bukti yang berkembang bahwa virus Corona mungkin dapat bertahan di udara. Artinya, seseorang bisa terinfeksi jika menghirup udara tersebut.

Dengan mengenakan masker penutup wajah, itu membentuk penghalang yang menjebak tetesan pernapasan disebarkan oleh pemakainya.

Artinya, jika seseorang tidak mengenakan masker dan menghirup udara yang sama dengan orang terinfeksi yang juga tidak memakai masker, risiko terkena virus Corona akan meningkat.

4. Mengenakan masker medis dapat menghirup lebih banyak karbon dioksida

Jika digunakan dengan benar, masker menutupi pangkal hidung dan memanjang di bawah dagu tanpa celah di samping, sepenuhnya menutupi hidung dan mulut penggunanya.

Beberapa orang berpendapat bahwa masker medis dapat menjebak karbon dioksida, dan menyebabkan penggunanya menghirup lebih banyak CO2. WHO mengatakan, penggunaan masker bedah dalam waktu yang lama tidak akan menyebabkan keracunan CO2 atau kekurangan oksigen.

Ilustrasi masker bedah. [Shutterstock]
Ilustrasi masker bedah. [Shutterstock]

5. Tidak perlu menjaga jarak jika mengenakan masker

Orang-orang mengenakan masker penutup wajah untuk mengurangi penyebaran virus Corona, ketika pergi ke tempat umum dan bertemu banyak orang. Namun, WHO mengatakan, penggunaan masker saja tidak cukup untuk memberikan perlindungan yang maksimal.

Berbeda dengan masker N95 yang menjalani proses setifikasi, tidak ada badan yang mengatur bahan atau proses pembuatan masker yang dijual bebas lainnya atau masker yang dibuat di rumah.

Oleh karena itu, selain menggunakan masker, seseorang juga harus menjaga jarak aman atau physical distancing satu sama lain, sering mencuci tangan dengan air dan sabun, dan menghindari menyentuh bagian wajah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI