Pertama Kali, Ditemukan Kanker Ganas pada Fosil Dinosaurus

Kamis, 06 Agustus 2020 | 07:48 WIB
Pertama Kali, Ditemukan Kanker Ganas pada Fosil Dinosaurus
Centrosaurus apertus. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sebuah penelitian terbaru menemukan kanker tulang ganas pada fosil tulang kaki yang cacat, dari dinosaurus bertanduk yang disebut Centrosaurus apertus.

Dinosaurus ini diperkirakan hidup antara 76 hingga 77 juta tahun lalu, sementara fosilnya pertama kali ditemukan di Alberta, Kanada, pada 1989.

Fosil dengan tampilan fibula yang tidak berbentuk, tulang kaki bagian bawah, awalnya dikaitkan dengan penyembuhan patah tulang.

Tetapi ketika para ilmuwan melihat tulang itu lagi pada 2017, tim ahli memutuskan untuk mempelajarinya lebih detail dan menyatukan tim spesialis dan profeisonal medis dari berbagai bidang, termasuk patologi, radiologi, bedah ortopedi, dan palaeopathology.

Baca Juga: Kelaparan, Bukti Fosil Ungkap Dinosaurus Lakukan Kanibalisme

Tim mengevaluasi ulang tulang dan melakukan diagnosa yang sama ketika mendiagnosis tumor yang tidak diketahui pada manusia.

"Diagnosis kanker ganas pada dinosaurus seperti ini, sulit dipahami dan membutuhkan keahlian medis dan berbagai tingkat analisis untuk mengidentifikasi dengan benar. Di sini, kami pertama kali menemukan tanda dari kanker tulang lanjut pada dinosaurus bertanduk," kata Mark Crowther, profesor patologi dan kedokteran molekuler di Universitas McMaster, dikutip dari Independent, Kamis (6/8/2020).

Untuk membuat diagnosis, tim memeriksa, dan mendokumentasikan tulang, sebelum melakukan CT scan beresolusi tinggi pada fibula.

Para ahli kemudian memotong tipis fosil dan memeriksanya di bawah mikroskop, untuk menganalisis di tingkat sel tulang.

Alat rekonstruksi CT tiga dimensi yang canggih digunakan untuk memvisualisasikan perkembangan kanker melalui tulang. Dengan menggunakan proses yang ketat ini, para ilmuwan mencapai diagnosis osteosarkoma, salah satu jenis kanker tulang.

Baca Juga: Fosil Megaraptor Terakhir di Bumi Ditemukan di Argentina

Untuk mengonfirmasi diagnosis ini, para ahli kemudian membandingkan fosil dengan fibula normal dari dinosaurus dengan spesies yang sama, serta dengan fibula manusia penderita osteosarkoma.

Ilustrasi fosil dinosaurus. [Shutterstock]

Menurut para ilmuwan, spesimen fosil berasal dari dinosaurus dewasa dengan kanker stadium lanjut yang mungkin menyerang sistem tubuh lain.

Terlepas dari diagnosisnya, kanker bukanlah penyebab atas kematian dinosaurus tersebut. Fosil ini ditemukan dalam tulang besar, menunjukkan kematiannya sebagai bagian dari kawanan besar Centrosaurus yang terkena banjir.

"Tulang kering menunjukkan, kanker agresif pada stadium lanjut. Kanker akan memiliki efek melumpuhkan pada dinosaurus dan membuatnya sangat rentan terhadap predator Tyrannosaurus," ucap Dr David Evans dari Royal Ontario Museum.

Osteosarkoma adalah kanker tulang yang biasanya terjadi pada dekade kedua atau ketiga kehidupan. Ini adalah pertumbuhan berlebih pada tulang yang tidak teratur, yang dengan cepat menyebar melalui tulang ke organ lain, termasuk yang paling umum adalah paru-paru.

Ilustrasi Osteosarkoma. [Shutterstock]
Ilustrasi Osteosarkoma. [Shutterstock]

"Penemuan ini mengingatkan kita akan hubungan biologis umum di seluruh dunia hewan dan memperkuat teori bahwa osteosarkoma cenderung mempengaruhi tulang kapan dan di mana itu tumbuh paling cepat," jelas Seper Ekhtiari, salah satu residen bedah ortopedi dari Universitas McMaster.

Sangat menarik, dia menambahkan, melihat upaya serupa yang digunakan dalam mendiagnosis dan mengobati osteosarkoma pada pasien, mengarah pada diagnosis osteosarkoma pertama pada dinosaurus.

Tim ahli mengatakan, penelitian ini bertujuan menetapkan standar baru dalam mendiagnosis penyakit yang tidak jelas pada fosil dinosaurus dan membuka jalan untuk diagnosis yang lebih tepat.

Penelitian ini juga untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang evolusi dan genetika berbagai penyakit. Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal Lancet Oncology.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI