Suara.com - Pemerintah dan DPR diminta untuk segera merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi setelah 819.976 data nasabah Kreditplus bocor di forum internet.
"Informasi yang bocor ini adalah data sensitif yang sangat lengkap, ini sangat berbahaya untuk nasabah," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC Pratama Persadha seperti dilansir dari Antara.
Pratama mengatakan bahwa data nasabah Kreditplus yang tersebar luas itu sangat sensitif karena mencakup nama, KTP, email, status pekerjaan, alamat, data keluarga penjamin pinjaman, tanggal lahir, dan nomor telepon.
Data-data ini, saking lengkapnya, bisa dimanfaatkan para kriminal dunia maya untuk melakukan penipuan dan tindak kejahatan yang lainnya.
Baca Juga: Kominfo Minta KreditPlus Klarifikasi soal Kebocoran Data Nasabah
Tetapi karena belum ada undang-undang yang memaksa para penyedia jasa sistem elektronik (PSTE) seperti Kreditplus untuk mengamankan dengan maksimal data masyarakat yang mereka himpun, maka pemerintah kesulitan meminta pertanggungjawaban.
"Kelak jika RUU PDP ini menjadi undang-undang, mereka (PSTE) bisa dituntut ganti rugi dan dibawa ke pengadilan," kata Pratama.
Ia membandingkan dengan regulasi perlindungan data pribadi Uni Eropa, GDPR (General Data Protection Regulation). Dalam regulasi itu ada ketentuan bahwa setiap data yang dihimpun harus diamankan dengan enkripsi. Bila terbukti lalai, penyedia jasa sistem elektronik bisa dikenai tuntutan sampai 20 juta euro.
"Bisa dibayangkan bila Kreditplus ini ada di luar negeri, bisa dikenai pasal kelalaian dalam GDPR. Sama juga dengan peristiwa kebocoran data yang sudah terjadi di Tanah Air sebelumnya," tegas Pratama.