Suara.com - Musisi Erdian Aji Prihartanto alias Anji didesak untuk membuat klarifikasi perihal video viralnya yang memuat klaim tentang obat Covid-19. Sementara organisasi pemantau internet menyerukan perlunya kode etik bagi pemengaruh atau influencer.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengatakan klaim-klaim dalam video Anji di Youtube - sekarang telah dihapus - tidak didukung oleh bukti ilmiah.
Video tersebut sarat dengan klaim-klaim mengejutkan, misalnya obat herbal bisa menyembuhkan Covid-19, adanya metode tes yang sangat murah, dan virus Covid-19 tidak bisa dilawan dengan vaksin.
Ketua IDI dr. Daeng Faqih mengatakan informasi yang disampaikan dalam video tersebut bisa dikategorikan sebagai hoaks. Ia pun meminta Anji untuk segera memberikan klarifikasi kepada para penontonnya.
Baca Juga: Dijerat UU ITE, Anji dan Profesor Hadi Pranoto Terancam Langsung Ditahan
"Saya menyarankan ke Mas Anji untuk memberi klarifikasi karena kan sudah terlanjur ditonton... supaya menjadi clear lah di masyarakat bahwa itu bukan sesuatu yang bersumber pada [bukti] yang valid," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Disinformasi dan misinformasi terkait virus corona yang menelan korban jiwa Tujuh tipe orang yang menyebarkan hoaks saat pandemi Hoaks di tengah pandemi virus corona di India: Kelompok minoritas jadi sasaran
"Kalau Anji mau mengetahui yang sebenarnya, kami sarankan bertanya kepada ahlinya," ia menambahkan.
Anji belum menanggapi permintaan tanggapan dari BBC. Meski demikian, lewat kiriman di media sosialnya, ia berkata akan membicarakan perihal videonya bersama beberapa perwakilan dari profesi dokter pada tanggal 4 Agustus.
Anji dan Hadi Pranoto telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Senin (03/08) terkait video soal klaim bahwa Hadi menemukan 'obat Covid-19'. Keduanya dilaporkan atas tuduhan menyebarkan berita bohong.
Baca Juga: Susi Pudjiastuti Anggap Anji Tidak Bertanggung Jawab
Klaim 'luar biasa'
Dalam video berdurasi sekitar 30 menit, Anji menghadirkan narasumber bernama Hadi Pranoto, yang disebut sebagai pakar mikrobiologi serta dipanggil dengan julukan "profesor" dan sesekali "dokter".
Ia mengklaim telah menemukan obat herbal yang dapat menyembuhkan pasien Covid-19 dalam hitungan hari, serta mampu mencegah orang terkena penyakit tersebut.
Ia juga mengumbar klaim-klaim luar biasa, seperti adanya metode tes "swab digital" dengan harga sangat murah - hanya Rp10.000-20.000, bahwa virus Covid-19 tidak bisa dilawan dengan vaksin dan baru bisa mati pada suhu 350 derajat celsius, serta - barangkali yang paling konyol - virus Covid-19 berasal dari Perang Korea.
Namun, sosok Hadi Pranoto yang diwawancarai Anji tidak bisa ditemukan di pangkalan data pendidikan tinggi yang dikelola Kemendikbud.
Pun makalah risetnya tentang obat herbal tidak ditemukan di Google Scholar maupun portal SINTA milik Kemenristek.
Ketua IDI, Dokter Daeng Faqih, juga mengatakan, asosiasi dokter di Lampung tidak mengenal nama Hadi Pranoto.
"Sehingga apa yang disampaikan, pertama, tidak mewakili seorang dokter, kedua, tidak sesuai dengan fakta data ilmiah yang bisa menguatkan," ujarnya.
Mengikis kepercayaan
Video yang - sebelum dihapus - telah ditonton 450.000 kali dan mendapat 9.000 likes itu mendukung pesan Anji, dan sejumlah selebritas lainnya, bahwa virus corona tidaklah separah yang diberitakan.
Dr. Daeng mengatakan video tersebut dikhawatirkan mengikis kepercayaan masyarakat pada informasi resmi dari pemerintah.
"Jangankan yang disampaikan oleh influencer, oleh masyarakat biasa saja, menyampaikan informasi yang tidak valid sumbernya kemudian tidak benar faktanya itu kan kami khawatirkan berpengaruh pada masyarakat. Apalagi yang menyampaikan influencer," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Sementara itu, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mendeteksi 12 klaim yang meragukan, sesat, berpotensi membahayakan publik dalam video tersebut, di antaranya klaim bahwa masker tidak bisa mencegah penularan Covid-19, vaksin Covid-19 tidak akan bisa dibuat, dan kalaupun berhasil dibuat akan merusak organ penggunanya.
Menurut ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, banyak warganet merespons positif video Anji dikarenakan masih cukup banyak masyarakat Indonesia yang percaya pada pengobatan alternatif.
Selain itu, sang "profesor" dalam video tersebut memanfaat ketidaktahuan masyarakat akan solusi yang dibutuhkan untuk selamat dari pandemi ini.
"Dia memanfaatkan ruang kosong itu. Faktanya, para ilmuwan kan memang sedang mencari [vaksin dan obat untuk Covid-19]," Septiaji menjelaskan.
Ia berpendapat, pemerintah butuh lebih intens lagi mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh masyarakat. Pasalnya, video Anji hanyalah satu dari banyak isu tentang Covid-19 yang beredar. Mafindo mencatat 544 isu, hoaks, atau teori konspirasi tentang Covid-19 sejak akhir Januari.
Hal itu telah dikaitkan dengan rendahnya tingkat kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan, yang menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia terus bertambah.
Hingga hari Senin (04/08), jumlah kasus telah mencapai 113.134, dengan tambahan 1.679 kasus dalam dua-puluh empat jam terakhir.
Tanggung jawab influencer
Bagaimanapun, Ketua Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, mengatakan bahwa influencer harus bertanggung jawab atas informasi yang disampaikannya, mengingat mereka saat ini menjadi bagian dari agen penyampai informasi.
Menurutnya, saat ini banyak orang yang terjun jadi pemengaruh dengan membuat kanal-kanal di platform seperti YouTube, Instagram, dan Facebook tapi belum disertai pemahaman yang utuh tentang etika atau cara menggunakan pengaruhnya untuk mengedukasi masyarakat.
"Sederhananya, mereka butuh pemahaman tentang literasi digital yang baik," ujarnya.
Menurut Septiaji, sebagaimana jurnalis memiliki kode etik, maka harus ada juga semacam kode etik untuk influencer.
"Meskipun belum ada regulasinya, saat ini saya rasa mereka butuh untuk paling tidak memahami bahwa ketika mereka menyampaikan suatu konten, maka mereka harus punya pertanggungjawaban, mereka mau memperbaiki kalau ada kesalahan, tidak hanya sekadar menghapus tapi mereka juga mau menjelaskan kesalahan," ia menjelaskan.
Solusi lainnya, kata Septiaji, pemerintah membuka komunikasi dua arah, yaitu mendengarkan segala keluh-kesah masyarakat tentang Covid-19 dan meresponnya. Hal ini bisa dilakukan melalui media sosial.
Dan yang tak kalah penting, melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama.
"Otoritas tidak bisa bekerja sendiri. Mereka butuh merangkul tokoh agama, tokoh masyarakat, sehingga pesan yang ingin disampaikan dari otoritas itu bisa efektif sampai ke masyarakat sekaligus para tokoh itu juga menjadi penyambung lidah masyarakat," ujarnya.
Dilaporkan ke polisi
Anji dan Hadi Pranoto dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Senin (03/08), menurut laporan sejumlah media.
Pihak pelapor, Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid, mengatakan konten YouTube Anji telah menyebabkan polemik di masyarakat. Ia menegaskan bahwa Anji harus membuktikan tentang opini publik yang berkembang di masyarakat tersebut.
"Kalau dia nggak bisa membuktikan, maka dianggap penyebar berita bohong," kata Muannas, seperti dikutip Kompas.com.
"Kami khawatir saja kalau nggak dilaporkan, ini dianggap bukan persoalan besar dan tidak ditindaklanjuti."
Sebelumnya, pada Senin sore, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan kepada BBC News Indonesia bahwa kepolisian mempersilakan pihak yang merasa dirugikan oleh video Anji untuk melapor.
"Tentunya Polri nanti yg akan melakukan penyelidikan utk menentukan kasus tersebut ada unsur pidana atau tidaknya," sebut Awi lewat pesan singkat.
Kepolisian telah menangani 103 kasus hoaks tentang virus corona di media sosial hingga bulan Mei. Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Siapakah Anji?
Erdian Aji Prihartanto, lebih dikenal dengan nama Anji, adalah penyanyi Indonesia. Ia menjajaki blantika musik Indonesia sebagai vokalis grup musik Drive, sebelum keluar pada 2011 dan merintis karier solo.
Belakangan, Anji dikenal sebagai influencer. Akunnya, Dunia Manji, memiliki 3,6 juta pengikut di YouTube dan 2,1 juta di Instagram.
Di masa pandemi ini, Anji beberapa kali mengatakan lewat media sosialnya bahwa ia tidak percaya bahwa Covid-19 separah yang diberitakan oleh media, mengatakan bahwa pemulihan ekonomi masyarakat - termasuk pekerja seni yang kehilangan pekerjaan - lebih penting.
Sikapnya ini senada dengan rocker/aktivis Jerinx.
Sikapnya itu telah menyebabkan kontroversi. Sebelumnya, Anji dikritik komunitas wartawan karena mempertanyakan foto jenazah suspek Covid-19 yang diambil pewarta foto Joshua Irwandi untuk majalah National Geographic.
Tapi ada juga warganet yang memberikan dukungan, beberapa mengungkapkan rasa frustasi akan dampak pandemi pada kehidupan mereka. "Media selalu menakut-nakuti... Manji meredam keadaan," kata Bonsky, 26 tahun, yang kehilangan pekerjaannya karena pandemi.
Anji termasuk dalam jajaran artis yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana bulan Juli lalu.
Mereka diminta Presiden Jokowi untuk membantu mensosialisasikan protokol Covid-19, menurut Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan, Dany Amrul Ichdan.
Namun Dany mengatakan pendapat pribadi Anji tentang Covid-19 tidak terkait dengan kunjungannya ke Istana. "Kan sudah hak setiap orang untuk menyatakan pendapat," ujarnya.
Bagaimanapun, ia menegaskan bahwa semua informasi tentang Covid-19 yang bisa dipertanggungjawabkan hanya berasal dari pemerintah dan satuan tugas.
"Opini-opini silakan, tapi sebaiknya jangan menyampaikan opini yang masih menjadi wacana, apalagi yang berkaitan dengan temuan tapi belum diujikliniskan, belum ada riset ilmiahnya," kata Dany.
Ia juga menyarankan agar Anji melakukan klarifikasi ke publik.