Di hadapkan perubahan tata lahan di sekitar di kawasan situs bersejarah Dieng, seperti perluasan ladang kentang serta turisme, Djaliati Sri Nugrahani mengharapkan agar hal itu tidak merusak situs Dieng.
"Tidak berarti kami menempatkan bangunan candi ataupun heritage itu dalam 'lemari kaca', kita juga harus mengakomodasi kepentingan masyarakat," katanya.
"Tapi mbok monggo, baik masyarakat atau pemerintah, untuk melihat fungsi dan perananan Dieng itu seperti apa," tambah Djaliati.
"Tentu saja, kami tidak melarang masyarakat berperan aktif dalam kegiatan budaya yang ada di Dieng, tetapi mari kita pilih-pilih kegiatan budaya di situs Dieng.
Baca Juga: Fenomena Embun Beku di Dieng Akibat Angin Dingin dari Australia
"Sehingga kalau steril, maka masuk ke kompleks candi sebagai tempat pemujaan akan merasakan auranya, sejuk, tenteram, damai," katanya.
Sementara, petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dieng, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Banjarnegara, yang juga arkeolog, Aryadi Darwanto, mengaku masih memiliki keinginan untuk terus meneliti masa lalu Dieng.
"Tapi karena keterbatasan tenaga dan dana dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng, saya kira tidak mungkin untuk mengungkap secara keseluruhan Dieng," ungkapnya.
Adapun, sebagai pelestari, Koordinator Unit Dieng BPCB Jawa Tengah, Eri Budiarto, mengaku bersyukur atas apresiasi masyarakat yang terus membaik terhadap upaya pelestarian Cagar Budaya Dieng.
"Alhamdulillah, semakin ke sini, masyarakat pengertian, apresiasi tinggi bagi warga. Sebab, kalau ada penemuan langsung melaporkan," katanya.
Baca Juga: Fakta Baru di Balik Temuan Situs Diduga Ondo Budho Dieng