Suara.com - Tim ilmuwan dari Oregon State University telah mengkonfirmasi kebocoran aktif metana pada lapisan laut di Antartika. Dalam jurnal ilmiah yang diterbitkan di Prosiding Royal Society B, para ahli menyebut hal ini sebagai proses yang cenderung mempercepat pemanasan global.
Metana merupakan gas rumah kaca yang kuat dan mampu mempercepat perubahan iklim serta menghangatkan Bumi lebih dari karbon dioksida.
Para ilmuwan percaya bahwa ada sejumlah besar metana yang tersimpan di bawah dasar laut di lepas pantai Antartika. Diyakini telah berkembang dari ganggang yang membusuk di bawah sedimen dasar laut dan itu sudah ada sejak lama.
Ketika Bumi menghangat, para ilmuwan khawatir bahwa metana bisa dilepaskan jika air di atasnya menghangat. Jika itu terjadi, para ahli khawatir akan melepaskan begitu banyak metana sehingga tidak bisa dipulihkan.
Baca Juga: Hasil Uji Coba Menjanjikan, Vaksin Covid-19 Diprediksi Tersedia Desember
Dalam laporan, para ilmuwan mencatat bahwa kebocoran metana di Cinder Cones dan bukan di bagian lautan yang memanas. Dengan kata lain, alasan kebocoran metana adalah sebuah misteri.
Dilansir dari Phys.org, Jumat (24/7/2020), para ilmuwan juga khawatir dengan reaksi mikroba bawah laut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketika bagian lain dari dasar laut mulai melepaskan metana, mikroba bergerak dan memakannya, mecegah gas itu lepas ke atmofser.
Cinder Cones telah mengalami kebocoran setidaknya selama lima tahun, tetapi sampai sekarang mikroba pemakan metana belum berpindah. Dengan demikian, maka metana hampir masuk ke atmosfer.
Bagaimanapun, temuan itu akan memperdalam pemahaman para ilmuwan tentang cara metana dikonsumsi dan dilepaskan di Antartika, karena masih sangat sedikit yang diketahui tentang hal itu.
Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mikroorganisme bekerja, akan menginformasikan bagaimana para ilmuwan memahami pelepasan metana ke lautan sebagai hasil dari kenaikan suhu.
Baca Juga: Oxford Belum Pede Vaksin Covid-19 Bisa Digunakan Akhir 2020
Untuk saat ini, para ilmuwan berencana untuk terus memantau kebocoran di Cinder Cones. Tetapi penelitian tampaknya harus terjeda karena pandemi virus Corona.