Perempuan, yang dinyatakan setara dengan laki-laki di Al-Qur'an, juga menganggap pesan Muhammad sangat menarik.
Namun, potensi kesetaraan gender dalam Islam kemudian akan dikompromikan oleh kebangkitan masyarakat patriarki.
Pada saat Nabi Muhammad wafat pada 632, Islam telah membawa transformasi mendasar bagi masyarakat Arab, meski tidak pernah sepenuhnya menghapus hirarki kesukuan di wilayah ini.
Lepas dari derita
Baca Juga: Diskriminasi terhadap Orang Papua Ada dalam Film dan Buku Anak
Pada awalnya, Islam juga menjadi daya tarik bagi orang non-Arab, orang luar yang tidak punya banyak pengaruh dalam masyarakat tradisional Arab.
Ini termasuk Salman al-Farisi yang melakukan perjalanan ke semenanjung Arab untuk mencari kebenaran religius, Shuhaib ar-Rumi seorang pedagang, dan seorang budak dari Ethiopia yang bernama Bilal.
Ketiganya menjadi terkenal dalam Islam selama masa hidup Muhammad. Kekayaan Bilal yang jauh membaik menggambarkan bagaimana egalitarianisme yang diberitakan oleh Islam mengubah masyarakat Arab.
Sebagai seorang hamba yang diperbudak seorang aristokrat Mekah bernama Umayya, Bilal dianiaya oleh pemiliknya karena memeluk agama baru.
Umayya meletakkan batu di dada Bilal, mencoba mencekiknya sampai ia bersedia meninggalkan Islam.
Baca Juga: Beragama Katolik, Chicharito Anggap Nabi Muhammad sebagai Manusia Terbaik
Tergerak oleh penderitaan Bilal, teman Muhammad sekaligus orang kepercayaannya Abu Bakar yang akan memimpin masyarakat Muslim setelah kematian Nabi, membebaskannya.