Suara.com - Gempa Yogyakarta pada Senin dini hari tadi (13/7/2020) berpusat di Samudra Hindia dan uniknya berdekatan dengan pusat sebuah gempa besar dengan kekuatan magnitudo 8,1 pada 1943 silam.
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menjelaskan bahwa gempa bermagnitudo 5,1 pada dini hari tadi berpusat di koordinat 8,73 LS dan 109,88 BT - tepatnya di Samudra Hindia, sekitar 101 km arah Selatan Kulonprogo pada kedalaman 46 km.
"Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat aktifitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia," jelas dia.
Lebih lanjut Daryono mengatakan bahwa hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault) yang merupakan ciri khas gempa akibat tumbukan lempeng di zona megathrust.
Baca Juga: Sehari Dua Kali Gempa di Jogja, BMKG: Sumbernya Berbeda
Menariknya, lanjut Daryono, pusat gempa ini bersebelahan sangat dekat dengan pusat gempa magnitudo 8,1 yang menimbulkan kerusakan di Pulau Jawa pada 23 Juli 1943. Kota-kota yang mengalami kerusakan akibat gempa pada saat itu adalah Cilacap, Tegal, Purwokerto, Kebumen, Purworejo, Bantul, dan Pacitan.
"Ahli geologi Belanda Van Bemmelen pada 1949 mengungkap bahwa korban meninggal akibat Gempa Jawa 23 Juli 1943 ini lebih dari 213 orang, sedangkan korban luka mencapai 2.096 orang, dan 15.275 rumah rusak di Jawa Tengah dan Yogyakarta," jelas Daryono.
Meski demikian ia mengatakan bahwa gempa-gempa ini tidak perlu membuat masyarakat khawati berlebihan. Ia menekankan bahwa para pemangku kepentingan dan publik tetap perlu waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan.