"Ada grup kecil, tapi sangat aktif di internet. Pandemi ini baru saja memberi energi kembali pada mereka," tutur Jamison.
Jamison mencatat bahwa di Amerika Serikat khususnya, gerakan anti-vax, anti-masker, dan anti-karantina telah berkumpul bersama-sama dengan alasan menjaga kebebasan individu.
Sylvain Delouvee menambahkan bahwa anti-vaxxers "mengambil lebih banyak ruang secara online" dan membandingkan gelombang aktivitas anti-vax saat ini dengan "groundswell".
Kata Groundswell sendiri ditujukan untuk suatu trend di mana orang-orang secara spontan bergerak memakai media-media online untuk berinteraksi, berelasi, mendapatkan pengalaman, dan mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Baca Juga: Balita Ditanya Cari Melawan Covid-19, Jawabannya Bikin Ngakak
Tetapi Jamison mengatakan bahwa hal-hal yang tersebar di internet tidak selalu seperti yang terlihat.
Menariknya, menurut Wellcome Global Monitor pada tahun 2018, sebuah survei tahunan tentang sains dan kesehatan mengungkap bahwa sekitar 80 persen orang di seluruh dunia, agak atau sangat setuju bahwa vaksin itu aman. Sementara 7 persen orang mengatakan bahwa mereka agak atau sangat tidak setuju, sedangkan 11 persen tidak memiliki pendapat.
Namun, gerakan anti-vax bisa memperkuat pandemi Covid-19, seperti halnya untuk wabah campak pada tahun 2019, menurut para ilmuwan yang menerbitkan penelitiannya dalam jurnal ilmiah Nature.
Sedangkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan keragu-raguan atas vaksin sebagai salah satu dari sepuluh ancaman terhadap kesehatan global pada 2019.
Baca Juga: Terus Bermutasi, Ahli Sebut Virus Corona Kian Menular