Suara.com - Triuliunan belalang "menyerang" Afrika Timur di bersamaan negara itu terus memerangi pandemi Covid-19.
Triliunan serangga tersebut menghancurkan tanaman, mulai dari Kenya hingga ke Ethiopia, Yaman, dan sampai ke bagian India utara.
Cuaca basah tahun lalu berarti serangga memiliki kondisi perkembangbiakan yang sempurna.
Kawanan besar ini berisiko menyebabkan kelaparan dan merusak ekonomi jika mereka tidak dikendalikan.
Baca Juga: Sekolah Kembali Dibuka, Ratusan Murid Positif Terinfeksi Corona
"Sama menakutkan dan dramatisnya, ada pesan yang lebih dalam, dan pesannya adalah kita mengubah lingkungan," kata Ahli entomologi Dino Martins mengatakan kepada Harvard Gazette dilansir dari The Sun, Senin (6/7/2020).
Menurutnya, faktor-faktor seperti penggundulan hutan, penggembalaan berlebihan dari peternakan sapi, dan perluasan gurun pasir, semuanya membantu belalang berkembang biak dalam jumlah berlebihan.
Akhir tahun lalu, gerombolan besar pertama milyaran belalang setelah masa pancaroba. Kemudian pada April 2020, mereka menyerang lagi dalam jumlah lebih banyak.
Sekarang, para ilmuwan memprediksi serbuan belalang memenuhi Afrika pada Juli ini dengan jumlah yang lebih besar.
Martins mengatakan kepada Harvard Gazette bahwa ketika berada dalam kerumunan, terutama jika mereka baru saja bergerak, itu sebenarnya pengalaman yang sangat luar biasa.
Baca Juga: 150 Ekor Gajah Botswana Ditemukan Mati dalam Keadaan Misterius
"Anda lihat, mereka berubah warna ketika mereka muda, mereka lebih merah muda dan kemudian setelah dewasa mereka menjadi kuning, jadi ketika mereka terbang di sekitar Anda pada tahap itu, semua sayap merah muda dan kuning ini berputar-putar dan sedikit bau belalang di sekitar Anda dan banyak burung memakannya," jelasnya.