Suara.com - Jumlah limbah elektronik selama 2019 mencapai 53,6 juta ton. Hal ini berdasarkan laporan tahunan Global E-Waste Monitor 2020 yang dirilis PBB belum lama ini.
Dikutip dari ZDnet, Minggu (5/7/2020), PBB menggambarkan limbah elektronik sebagai produk elektronik bekas yang telah dibuang.
Bentuk limbah elektronik pun beragam. Mulai dari baterai lawas, kabel bekas, dan benda elektronik lainnya yang mengandung material beracun dan berbahaya, merkuri misalnya.
Karena itu, PBB mengategorikan limbah elektronik sebagai salah satu limbah yang membahayakan lingkungan dan kesehatan.
Baca Juga: Viral Video Mesum di Mobil Dinas, Wanita Bergaun Merah Mengangkangi Pria
Untuk rinciannya, laporan tersebut mencatat bahwa limbah elektronik terbesar disumbang peralatan elektronik kecil dengan berat 17,4 juta ton.
Kemudian, 13 juta ton lainnya didapat dari peralatan besar, disusul peralatan pertukaran suhu seberat 11 juta ton, layar dan monitor seberat 6,7 juta ton, peralatan telekomunikasi berukuran mikro 4,7 juta ton, dan lampu seberat 0,9 juta ton.
Sementara untuk penyebarannya, negara-negara di benua Asia menyumbang limbah elektronik paling banyak dengan kontribusi 25 juta ton.
Diikuti Amerika seberat 13 juta ton, dan Eropa menyumbang 12 juta ton. Adapun gabungan sampah elektronik dari Afrika dan Oceania mencapai 2,9 juta ton.
Jika dihitung berdasarkan individu, Eropa dan Oceania rata-rata berkontribusi menyumbang limbah lebih dari 16 kg per orang.
Baca Juga: Heboh Adegan Mesum di Dalam Mobil Dinas PBB, Videonya Viral
Di Amerika sekitar 13 kg sampah per orang, Asia seberat 5,6 kg per orang, dan terendah di Afrika sekitar 2,5 kg per individu.
"Temuan tahun ini mengindikasikan bahwa kita tidak benar-benar mengimplementasikan tujuan pembangunan berkelanjutan," ujar Sekjen PBB David M. Malone.
Sedangkan di masa depan, PBB memperkirakan bahwa jumlah limbah elektronik di Bumi pada tahun 2030 akan menembus angka 74 juta ton.