Studi Terbaru Temukan NU Ormas Intoleran, Benar Demikian?

Liberty Jemadu
Studi Terbaru Temukan NU Ormas Intoleran, Benar Demikian?
Sebuah studi baru menunjukkan bahwa NU ormas intoleran. Foto: Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyampaikan pidato kebudayaan saat Harlah ke-91 Nahdlatul Ulama di Jakarta, Selasa (31/1) [Antara/M Agung Rajasa].

Husni Mubarok, peneliti dari Pusad Paramadina, menilai studi Mietzner dan Muhtadi tentang intoleransi NU tidak sepenuhnya tepat.

Mietzner dan Muhtadi menilai wacana ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ekonomi-politik.

Untuk masa jabatan presiden kedua, Joko “Jokowi” Widodo mengadopsi wacana Islam Nusantara untuk menjelaskan konsep Islam moderat semasa kampanye.

Ma’ruf Amin - yang saat itu memiliki posisi tinggi di Pengurus Besar NU (PBNU) sebagai rois aam Syuriah - kemudian dipilih Jokowi sebagai wakil presiden.

Singkatnya, menurut Mietzner dan Muhtadi, wacana toleransi di tubuh NU tidak bisa dilepaskan dari upaya NU melawan pesaing politik dan mengamankan kepentingan politik, ketimbang gerakan organik.

Baca Juga: Tekankan Masyarakat Sipil Berjasa Dalam Membangun Negara, Ulama NU: Tapi Sering Dimusuhi Pemerintah

Sejauh mana klaim mereka itu benar?

Analisis bermasalah

Mietzner dan Muhtadi barangkali benar ketika memaparkan perilaku elite politik NU.

Tetapi, menghubungkan perilaku sebagian elite dengan data intoleransi sebagai sebab-akibat tidak sepenuhnya tepat; karena itu, klaim mereka menjadi bermasalah.

Dari segi analisis, keduanya terjebak pada apa yang dalam ilmu sosial disebut sebagai bias seleksi. Keduanya memilah informasi yang hanya mendukung variabel penjelas yang mereka inginkan.

Baca Juga: Mengapa Muhammadiyah dan NU Bisa Berbeda dalam Menentukan Idul Fitri?

Mietzner dan Muhtadi membagi warga NU menjadi dua: elite dan akar rumput. Tapi keduanya tidak melihat lapisan “tengah” NU, yaitu intelektual dan aktivis yang bekerja mengadvokasi toleransi di Indonesia.