'Budget mahasiswa tipis'
Beberapa perusahaan dari luar negeri mengisyaratkan bahwa mereka siap melaksanakan kebijakan pajak terbaru tersebut.
Netflix contohnya. Lewat pesan singkat yang diterima BBC Indonesia, juru bicara Netflix mengatakan, "Keputusan mengenai penetapan PPN di setiap negara adalah kewenangan penuh pemerintah dan di negara manapun kami beroperasi, Netflix mematuhi peraturan yang berlaku. Kami telah menghubungi pihak yang berwenang di Indonesia dan tengah menunggu keterangan lebih lanjut mengenai implementasi peraturan ini."
Meskipun demikian, tidak semua pengguna layanan digital buatan luar negeri setuju dengan pemajakan tersebut. Salah satunya adalah Raisa Maulidia, seorang mahasiswi yang tinggal di Yogyakarta.
Baca Juga: Pungutan PPN pada Platform Digital Netflix
Raisa berlangganan layanan streaming musik Spotify setiap bulannya sejak 2018 dengan paket pelajar, yang biayanya Rp27.500 per bulan agar pilihan lagunya lebih banyak dan ia tidak harus mendengarkan iklan setiap saat.
"Spotify aku pakai paket pelajar, tiap bulan bayar Rp27.500, kalau sama PPN jadi sekitar Rp30.000 sekian lah. Aku sendiri sih memang agak keberatan karena budget mahasiswa juga tipis. Kalau platform digital juga gak mungkin 24 jam, cuma digunakan di jam-jam tertentu dan itu gak selamanya pakai juga," kata Raisa.
Menurutnya, biaya langganan atau harga produk digital asing yang lebih mahal berpotensi membuat banyak orang beralih ke produk bajakan.
"Sudah banyak yang lebih memilih pakai bajakan daripada harus bayar bulanan, kalau ditambah dengan pajak [PPN untuk] platform digital, nantinya bakal memicu banyak orang untuk memilih bajakan saja, dan itu secara tidak langsung tidak menghargai orang-orang yang berjuang [membuat konten] di platform digital itu," katanya.
Ia juga khawatir soal transparansi pajak, karena "alokasinya kan kita tidak tahu buat ke mana, takut saja kalau nanti disalahgunakan."
Baca Juga: Nonton Netflix Berkualitas 4K Akan Memungkinkan dengan MacOS Big Sur
Apa kata investor asing dan ekonom?