Seperti yang dilakukan Noa, bukan nama sebenarnya, yang disuruh pengacaranya untuk menghapus akun Facebook-nya sebagai langkah berjaga-jaga.
Bahkan ketika Noa sudah mendapatkan visa tersebut, ia masih belum berencana untuk mengaktifkannya kembali.
"Saya tidak membutuhkan Facebook lagi. Tapi … sisi lainnya, saya juga tidak mau ada drama … atau diperiksa oleh imigrasi."
Tantangan bagi komunitas LGBTIQ
Baca Juga: Dapatkah Aksi Boikot Menjatuhkan Facebook?
Bagi beberapa orang, jejak di media sosial justru semakin menyulitkan mereka.
Seperti yang dialami Jorge, bukan nama asli, yang baru saja memperoleh visa perlindungan.
Ketika melamar visa perlindungan, ia sempat ditanya apakah dia terbuka soal orientasi seksualnya di media sosial.
Kepada petugas itu, ia mengatakan telah menghapus beberapa anggota keluarganya dari daftar pertemanan untuk alasan keselamatan, namun sejak berada di Australia, ia lebih merasa nyaman untuk berbagi foto, seperti ketika berada di acara Mardi Gras, sebuah pawai dan pesta komunitas LGBTIQ di Australia.
"Sebetulnya agak mengintimidasi ketika kita mengunggah sesuatu, kemudian harus menjelaskan kenapa kita mengunggahnya kepada seseorang yang tidak kita kenal."
Baca Juga: Facebook Pertahankan Kebijakan Ujaran Kebencian di Tengah Boikot
Namun, ia merasa bersyukur karena berkat kemampuan berbahasa Inggrisnya, ia dapat mewakili diri sendiri dan tidak memerlukan bantuan penerjemah.