Namun, menurut Stephanie Blaker, pengacara dari lembaga Bantuan Hukum NSW, dalam praktiknya, beberapa petugas memeriksa informasi di Facebook tanpa paham hal teknis.
Hal teknis tersebut misalnya fitur 'tagging', 'Like', dan 'Privacy' yang tingkatnya berbeda-beda.
Stephanie pernah menangani kasus di mana seorang pria muda dipertanyakan karena status 'di bawah umur'-nya tidak sesuai dengan keterangan di Facebook yang menyatakan jika usianya lebih tua.
"Adalah hal yang biasa bagi anak muda bila ingin terlihat lebih dewasa, atau mengedepankan citra tertentu, tanpa ada keinginan untuk menipu orang lain," katanya.
Baca Juga: Dapatkah Aksi Boikot Menjatuhkan Facebook?
"Namun hal ini tidak selalu dipahami ketika sedang melamar visa."
Sarah Dale, pengacara khusus pengungsi mengatakan dari pengalamannya bekerja dengan banyak orang dari beragam komunitas, kliennya tidak menggunakan media sosial sebelum menginjakkan kaki di Australia.
Ia sering mendengar cerita di mana para pelamar dibantu membuat akun Facebook oleh teman mereka agar dapat bergabung dalam grup dan berinteraksi dengan orang banyak.
Namun, hal ini justru membuka celah bagi informasi tidak benar.
"Ketika seseorang tidak pernah mengakses media sosial sebelumnya, atau bahkan belum pernah memiliki akses ke internet selayaknya di Australia, ada peluang informasi yang tidak konsisten," katanya.
Baca Juga: Facebook Pertahankan Kebijakan Ujaran Kebencian di Tengah Boikot
Melihat hal ini, beberapa pelamar telah disarankan untuk menghapus akun media sosial mereka sebelum melamar visa perlindungan.