Google Doodle Hormati Marsha P Johnson, Pelopor Perjuangan Komunitas LGBTQ

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 30 Juni 2020 | 17:37 WIB
Google Doodle Hormati Marsha P Johnson, Pelopor Perjuangan Komunitas LGBTQ
Google Doodle pada Selasa (30/6/2020) menampilkan figur Marsha P Johnson, pelopor perjuangan kesetaraan hak komunitas minoritas gender LGBTQ di dunia. [Dok Google]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Google Doodle pada Selasa (30/6/2020) memberikan penghormatan kepada Marsha P Johnson, seorang aktivis pelopor perjuangan hak-hak komunitas minoritas gender LGBTQ di Amerika Serikat dan dunia.

Penghormatan atas Johnson merupakan bagian dari tradisi Google untuk merayakan Pride Month, sebuah perayaan tahunan dari komunitas lesbian, gay, biseksual, transeksual, queer, dan interseks.

Gambar animasi Johson dibuat oleh Rob Gilliam, seorang seniman asal Los Angeles. Gilliam sendiri adalah seorang queer dan berkulit hitam.

"Dia adalah katalis perjuangan pembebasan kami, kekuatan pendorong di balik gerakan yang memberi kami hak serta kebebasan yang sebelumnya bahkan tak bisa kami impikan," kata Gilliam kepada Google.

Baca Juga: Kemendikbud Ungkap Kisah di balik Subak Yang Dirayakan Google Doodle

"Marsha menciptakan ruang bagi kami di masyarakat Barat melalui keberanian serta perlawanannya yang menolak untuk diam," imbuh dia.

Kerusuhan Stonewall

Johnson dikenal sebagai pelopor perjuangan komunitas minoritas LGBTQ setelah pecah kerusuhan Stonewall di New York pada 28 Juni - 3 Juli 1969. Ketika itu polisi menggerebek bar Stonewall Inn yang biasa menjadi tempat berkumpulnya komunitas minoritas gender.

Dalam kerusuhan itu Johnson tampil sebagai salah satu tokoh perlawanan terhadap polisi. Kerusuhan Stonewall sendiri menjadi pemicu perjuangan kesetaraan komunitas LGBTQ di AS serta seluruh dunia.

Johnson lahir di Elizabeth, New Jersey, Amerika Serikat pada 24 Agustus 1945 dan diberi nama Malcolm Michaels Jr. Ia mulai mengenakan gaun pada usia 5 tahun, tetapi karena sering diusik oleh anak-anak lain ia menghentikan kebiasaan itu.

Baca Juga: Sukses Tangani Pandemi, Taiwan Mantap Gelar Pawai Pride LGBTQ

Setelah menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang bocah lelaki, Johnson mulai bermimpi untuk menjadi seorang gay. Setelah lulus sekolah pada 1963, ia pindah ke New York dan menetap di Greenwich Village, sebuah lingkungan yang banyak dihuni komunitas lesbian serta gay.

Pada masa inilah ia mengganti namanya menjadi Marsha P Johnson. Saat ditanya, apa kepanjangan P pada namanya, Johnson selalu menjawab, "Pay it no mind" - jika diterjemahkan bebas berarti "jangan ambil pusing".

Meski lingkungan itu banyak dihuni kelompok minoritas gender, tetapi para lesbian dan gay ketika itu tak bisa terbuka menunjukkan jati diri mereka. Bar-bar tetap dilarang melayani mereka dan menari berpasangan sejenis di muka publik dilarang.

Stonewall Inn adalah pengecualian karena pemilik bar rutin menyetor uang suap ke polisi. Meski demikian bar itu masih beberapa kali digerebek oleh polisi.

Penggerebekan yang terjadi pada 28 Juni 1969 termasuk salah satu yang paling fenomenal karena para komunitas LGBTQ memutuskan untuk melawan.

Pelopor perjuangan kesetaraan LGBTQ

Johnson sendiri dalam beberapa wawancara membantah telah menjadi pemicu perlawanan, tetapi banyak orang melihat ia berada di barisan depan dalam bentrokan dengan polisi.

Kerusuhan itu sendiri berlangsung selama beberapa hari. Setelah mereda, munculah organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas gender di AS termasuk Gay Liberation Front dan Gay Activist Alliance.

Setahun kemudian, pada ulang tahun pertama kerusuhan Stonewall, ribuan orang berpawai di New York, Los Angeles, dan Chicago. Pawai-pawai ini kemudian menjadi ajang yang digelar rutin setiap tahun di berbagai belahan dunia.

Johnson sendiri kemudian menjadi aktivis AIDS dan turut mendirikan Gay Liberation Front serta Street Transvestite Action Revolutionaries untuk membantu komunitas transgender muda di Manhattan, New York.

Tetapi kehidupan pribadi Johnson sendiri boleh dibilang penuh kemalangan. Ia sering kali tidak memiliki tempat tinggal dan demi bertahan hidup ia menjadi pekerja prostitusi. Ia juga berkali-kali dirawat di rumah sakit jiwa karena depresi.

Marsha P Johson wafat pada 1992 di usia 46 tahun. Jasadnya ditemukan mengambang di Sungai Hudson pada 6 Juli dan polisi mengatakan ia meninggal dunia karena bunuh diri. Pada 2012 polisi New York kembali membuka penyelidikan atas kematiannya dan menduga ia meninggal karena dibunuh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI