Pada masa inilah ia mengganti namanya menjadi Marsha P Johnson. Saat ditanya, apa kepanjangan P pada namanya, Johnson selalu menjawab, "Pay it no mind" - jika diterjemahkan bebas berarti "jangan ambil pusing".
Meski lingkungan itu banyak dihuni kelompok minoritas gender, tetapi para lesbian dan gay ketika itu tak bisa terbuka menunjukkan jati diri mereka. Bar-bar tetap dilarang melayani mereka dan menari berpasangan sejenis di muka publik dilarang.
Stonewall Inn adalah pengecualian karena pemilik bar rutin menyetor uang suap ke polisi. Meski demikian bar itu masih beberapa kali digerebek oleh polisi.
Penggerebekan yang terjadi pada 28 Juni 1969 termasuk salah satu yang paling fenomenal karena para komunitas LGBTQ memutuskan untuk melawan.
Baca Juga: Kemendikbud Ungkap Kisah di balik Subak Yang Dirayakan Google Doodle
Pelopor perjuangan kesetaraan LGBTQ
Johnson sendiri dalam beberapa wawancara membantah telah menjadi pemicu perlawanan, tetapi banyak orang melihat ia berada di barisan depan dalam bentrokan dengan polisi.
Kerusuhan itu sendiri berlangsung selama beberapa hari. Setelah mereda, munculah organisasi-organisasi yang memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas gender di AS termasuk Gay Liberation Front dan Gay Activist Alliance.
Setahun kemudian, pada ulang tahun pertama kerusuhan Stonewall, ribuan orang berpawai di New York, Los Angeles, dan Chicago. Pawai-pawai ini kemudian menjadi ajang yang digelar rutin setiap tahun di berbagai belahan dunia.
Johnson sendiri kemudian menjadi aktivis AIDS dan turut mendirikan Gay Liberation Front serta Street Transvestite Action Revolutionaries untuk membantu komunitas transgender muda di Manhattan, New York.
Baca Juga: Sukses Tangani Pandemi, Taiwan Mantap Gelar Pawai Pride LGBTQ
Tetapi kehidupan pribadi Johnson sendiri boleh dibilang penuh kemalangan. Ia sering kali tidak memiliki tempat tinggal dan demi bertahan hidup ia menjadi pekerja prostitusi. Ia juga berkali-kali dirawat di rumah sakit jiwa karena depresi.