"Saya menyesalkan saja, kenapa tidak seimbang (informasinya). Saya tahu pemerintah banyak yang harus dipikirin, tapi pemerintah punya tim kan, harusnya dari tim kesehatannya ada tim dokter yang kompeten. Ketika keluar mengenai pemerintah mengimpor obat-obatan yang dianggap obat Covid, tidak diikuti dengan edukasi."
"Saya sesalkan tidak berimbangnya kebijakan itu. Masyarakat hanya berpikir ada obatnya, tapi mereka enggak pernah tahu ada efek samping yang sangat berat, yang berbahaya, harus dalam pemantauan dokter dengan ketat. Tidak ada edukasi itu," ujar Monik.
Menurut Monik, hidroksiklorokuin dan klorokuin memiliki efek samping yang bisa mengakibatkan kerusakan organ tubuh, seperti mata dan hati, juga mengancam jiwa, jika diminum sembarangan.
"Saat saya mengkonsumsi hidrosiklorokuin dosis tinggi itu minimal sebulan sekali saya harus periksa mata. Hidrosiklorokuin ini bisa merusak retina mata dan bisa menyebabkan kebutaan. Gejala awalnya adalah kayak buram aja melihat."
Baca Juga: WHO Ultimatum Indonesia: Setop Beri Klorokuin ke Pasien Corona, Bahaya!
"Khawatirnya masyarakat yang tidak paham bahwa matanya buram itu bisa jadi efek samping dan tidak mau ke dokter kemudian dibiarkan, masih terus minum (hidrosklorokuin), dikhawatirkan retinanya rusak permanen sehingga menyebabkan kebutaan. Ini tanpa menyebutkan efek lainnya seperti kerusakan pada ginjal dan hati," tutur Monik.
Sementara itu, Dinis mengaku telah menyampaikan aspirasi ke MPR terkait kondisi yang dialami penyandang autoimun saat pandemi Covid 19. Hanya saja, aspirasi tersebut tidak disampaikan langsung, tetapi melalui daring seiring diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
"Ada upaya untuk menyampaikan hal tersebut, terutama supaya obat kami harganya tidak melambung dan lebih dimudahkan akses untuk berobat supaya tetap aman," kata Dinis.
Wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC Indonesia menghubungi Farichah Hanum, Direktur Kualitas Layanan Kesehatan Kemenkes melalui pesan singkat meminta tanggapan mengenai layanan kesehatan bagi para penyandang autoimun ini. Namun hingga berita ini diturunkan Farichah belum menjawab.
Hingga kini, belum ada data pasti mengenai jumlah penyandang autoimun di Indonesia.
Baca Juga: WHO Hentikan Uji Coba Klorokuin pada Pasien Covid-19
Komunitas Autoimun Indonesia yang didirikan Dinis, tergabung 2.000 orang anggota yang mengidap berbagai macam penyakit autoimun. Namun, menurut Dinis, angka itu belum menggambarkan jumlah penyandang autoimun yang sebenarnya.