Suara.com - Lembaga kesehatan masyarakat memperingatkan risiko tinggi dimiliki para pengguna narkoba akibat penerapan lockdown di masa pandemi.
Pandemi virus Corona menciptakan tantangan bagi kesehatan masyarakat, ekonomi, dan kehidupan global secara keseluruhan.
Konsekuensi pemberlakuan lockdown bagi pengguna narkoba menjadi cerita yang belum banyak diketahui banyak orang.
Badan-badan internasional seperti Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC), Pusat Pemantauan Eropa untuk Narkoba dan Ketergantungan Obat (EMCDDA), serta lembaga lainnya telah mengumpulkan sejumlah data selama berbulan-bulan.
Baca Juga: Berhari-hari Tak Enak Badan, Driver Ojol Surabaya Ternyata Positif Corona
Temuan awal EMCDDA menunjukkan bahwa penutupan kegiatan ekonomi pada malam hari memengaruhi penggunaan kokain dan MDMA atau yang umumnya dikenal sebagai ekstasi, dan penurunan penggunaan obat-obatan ini telah dikonfirmasi oleh studi air limbah di sejumlah kota di Eropa.
Tetapi para peneliti membutuhkan lebih banyak data dan untuk membandingkan penggunaan sebelum dan sesudah lockdown.
Risiko rokok elektrik
Direktur Institut Penyalahgunaan Obat Nasional AS (NIDA), Dr. Nora Volkow, mengungkapkan orang-orang yang menggunakan rokok elektrik termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi. “Terutama adalah risiko terhadap kesehatan pernapasan,” tulis Volkow.
Volkow mengatakan "studi praklinis menunjukkan bahwa aerosol rokok elektrik dapat merusak jaringan paru-paru, menyebabkan peradangan, dan mengurangi kemampuan paru-paru untuk merespons infeksi."
Baca Juga: Kawasaki Ninja ZX-25R Dipastikan Meluncur di Indonesia 10 Juli
Penggunaan obat terlarang
Berdasarkan data, pengguna dan pecandu heroin di AS juga berisiko lebih tinggi akibat aturan social distancing dan isolasi mandiri. Hal ini membuat mereka kesulitan mendapatkan dukungan dan akses program pemulihan.
Peter Grinspoon, seorang praktisi medis yang menulis untuk Blog Kesehatan Harvard, mengatakan bahwa pengguna yang biasanya mengkonsumsi narkoba dengan seorang teman sekarang mereka melakukannya sendirian."
Jadi, seringkali tidak ada seorang pun yang memanggil ambulans jika mereka mengalami overdosis.
Pilihan alternatif
Masa lockdown saat pandemi virus COVID-19 telah berdampak pada jumlah penghasilan banyak orang, baik di kota-kota besar Eropa dan AS, maupun di Afghanistan, di mana opium dibudidayakan.
Di Cina, pemberlakuan lockdown tampaknya mengurangi jumlah pengguna narkoba baru.
Namun, produksi dan permintaan metamfetamin di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Thailand, Filipina, Australia, dan Selandia Baru, tampaknya hanya mengalami sedikit dampak dari pembatasan COVID-19.
Di Timur Tengah dan Afrika Utara, permintaan ganja juga mengalami kenaikan. Tetapi UNODC mengatakan informasi yang dapat dipercaya tentang konsumsi obat di Afrika "masih langka." (ha/yf )