Yang bisa dipelajari
Sekilas, mempelajari tentang pola siapa yang yang menikah dengan siapa terlihat sebagai suatu topik penelitian yang tidak penting.
Namun, banyak yang kita bisa pelajari dari situ. Bagaimana pola ini berubah dari masa ke masa? Bagaimana pola ini bervariasi dari satu daerah ke daerah lainnya, dan dari satu kelompok masyarakat ke kelompok lainnya?
Meneliti pola bagaimana individu berpasangan dalam perkawinan adalah salah satu awalan untuk memahami kerumitan karakter hubungan antar kelompok sosial – baik itu antar suku bangsa, ras, maupun agama – dan kaitannya dengan proses pembangunan dan perubahan sosial di Indonesia.
Baca Juga: Anak Tanya Soal Rasisme, Ini Tips Mudah Ajarkan Anak Soal Keberagaman
Dalam hal ini, proses perubahan sosial mencakup banyak dimensi, termasuk tren migrasi, urbanisasi, dan globalisasi yang berimbas terhadap pergeseran pola perkawinan.
Batas-batas antar kelompok sosial yang mempengaruhi ruang gerak setiap individu tidak bersifat statis. Batas-batas ini kerap mengeras dalam waktu-waktu tertentu.
Dalam pendidikan formal, sejak bangku Taman Kanak-Kanak, kita kerap mengelu-elukan semboyan negara Bhineka Tunggal Ika.
Tapi, dalam urusan perkawinanlah pagar-pagar yang membatasi berbagai kelompok masyarakat benar-benar diuji: apakah jika memang berbeda tetap bisa menjadi satu?
Pada kenyataannya, kita masih sering menjumpai kisah kasih tak sampai, karena faktor perbedaan agama, suku bangsa, ataupun karena kombinasi keduanya.
Baca Juga: Geger Yel Berbau SARA, Mahfud MD: Merendahkan Keberagaman dan Keberagamaan
Tak terkecuali di Jakarta; kota metropolitan yang menjadi simbol modernisasi dan melting pot penduduk di Indonesia.