Penelilti: Negara Ini Kurang Peduli dengan Perubahan Iklim

Rabu, 24 Juni 2020 | 12:40 WIB
Penelilti: Negara Ini Kurang Peduli dengan Perubahan Iklim
Ilustrasi perubahan iklim. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hasil survei baru dari 40 negara menunjukkan bahwa perubahan iklim penting bagi kebanyakan orang. Sementara di sebagian negara, kurang dari 3 persen mengatakan bahwa perubahan iklim tidak serius sama sekali.

Para ahli melakukan penelitian ini sebagai bagian dari Laporan Berita Digital Tahunan Universitas Oxford. Sebanyak lebih dari 80.000 orang telah mengikuti survei online pada Januari dan Februari 2020.

Hasilnya, hampir tujuh dari sepuluh berpikir bahwa perubahan iklim adalah masalah sangat serius. Tetapi jika berdasarkan negara, ini menunjukkan perbedaan yang menonjol. Kurangnya kekhwatiran jauh lebih tinggi di Amerika Serikat dengan persentase 12 persen dan Swedia 9 persen.

Menariknya, sebanyak 8 persen responden di Australia melaporkan bahwa perubahan iklim sama sekali tidak serius, meskipun telah terjadi kebakaran hutan yang hebat di negara itu pada akhir tahun 2019 hingga awal tahun 2020. Kelompok-kelompok dengan tingkat kepedulian rendah ini cenderung sayap kanan dan berusia lebih tua.

Baca Juga: Perubahan Iklim Sebabkan Kiamat Serangga?

Empat dari lima negara yang menunjukkan tingkat kepedulian tinggi sebanyak 80 hingga 90 persen berasal dari selatan, yaitu Chili, Kenya, Afrika Selatan, dan Filipina. Hampir semua orang di Chili dan Kenya menganggap perubahan iklim adalah sesuatu yang serius.

Secara mengejutkan, negara-negara dengan penetrasi internet lebih rendah, berpikir bahwa perubahan iklim masalah serius. Sedangkan, lima negara dengan tingkat kepedulian terendah semuanya berada di Eropa Barat. Di Belgia, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Belanda, hanya sekitar setengah yang berpikir bahwa perubahan iklim adalah masalah serius.

Ilustrasi perubahan iklim. [Shutterstock]
Ilustrasi perubahan iklim. [Shutterstock]

Sebelumnya pada 2015, penelitian dari Pew Center berdasarkan survei di 40 negara dengan pertanyaan dan negara yang berbeda dari survei baru ini, menemukan bahwa 54 persen dari responden berpendapat bahwa perubahan iklim adalah masalah sangat serius.

Kekhawatiran terhadap perubahan iklim tampaknya meningkat secara global. Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa itu meningkat di beberapa negara. Di Amerika Serikat pada November 2019, dua dari tiga orang Amerika (66 persen) mengatakan agak khawatir dengan pemanasan global, dengan peningkatan 10 poin persentase selama lima tahun terakhir.

DI Inggris, data dari pusat CAST di Universitas Cardiff menunjukkan bahwa pada 2019 tingkat kekhawatiran tentang perubahan iklim berada pada titik tertinggi yang pernah tercatat. Peristiwa cuaca ekstrem, pelaporan media, dan publisitas yang lebih luas disebut oleh responden sebagai alasan meningkatnya kekhawatiran mereka.

Baca Juga: Ilmuwan: Lockdown Kurangi Polusi Tapi Berdampak Kecil pada Perubahan Iklim

Sementara dalam penelitian terbaru ini, sebanyak 89 persen warga di Amerika Serikat sebagai sayap kiri menyebut perubahan iklim masalah serius, dibanding 18 persen dari mereka yang mengidentifikasi diri sebagai sayap kanan.

Para ilmuwan juga menemukan kesenjangan serupa di Swedia. Hasil tersebut mengejutkan para ahli karena Swedia secara luas dianggap sebagai salah satu negara paling maju di dunia. Para ilmuwan pun memutuskan bertanya pada Martin Hultman, peneliti dalam denialisme iklim di Universitas Chalmers di Gothenburg.

"Angka-angka ini tidak mengejutkan saya. Sejak tahun 2010, kepemimpinan partai politik sayap kanan Demokrat Swedia telah menentang semua jenis kebijakan untuk mengatasi perubahan iklim, termasuk Perjanjian Paris," tulis Hultman melalui email, seperti dikutip dari Science Alert, Rabu (24/6/2020).

Sedangkan untuk penyebaran informasi mengenai berita ilim, sebanyak 35 persen responsen mengatakan paling memperhatikan berita iklim di televisi. Situs berita online adalah sumber berita terpopuler kedua dengan persentase 15 persen, diikuti outlet khusus yang membahas masalah iklim sebanyak 13 persen, dan sumber alternatif seperti media sosial dan blog sebanyak 9 persen.

Preferensi tersebut sejalan dengan responden dari Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, di mana surat kabar dan radio hanya 5 persen sebagai sumber yang diperhatikan tentang iklim.

Di Chili, sebanyak 24 persen responden memperhatikan outlet-outlet khusus yang mencakup isu-isu iklim, 17 persen media sosial, dan 26 persen televisi.

Ilustrasi: Perubahan iklim. (Shutterstock)
Ilustrasi: Perubahan iklim. (Shutterstock)

Perbedaan dalam konsumsi berita iklim juga terlihat di antara kelompok umur yang berbeda. Generasi yang lebih muda yang disebut Generasi Z berusia 18-24 tahun lebih cenderung memperhatikan sumber-sumber alternatif tentang perubahan iklim dengan jumlah persentase 17 persen, televisi 23 persen, dan situs berita online 16 persen.

Namun, orang yang lebih tua sebanyak 42 persen mengandalkan televisi, 12 persen menggunakan situs berita daring, dan 5 persen media sosial.

Setengah dari responden yang mengikuti survey (47 persen) berpendapat bahwa media berita umumnya melakukan pekerjaan yang baik untuk memberi tahu masyarakat tentang perubahan iklim dan sebanyak 19 persen berpikir bahwa media berita melakukan pekerjaan yang buruk.

Namun, sebanyak 46 persen responden yang memiliki tingkat kepedulian rendah jauh lebih cenderung mengatakan bahwa media berita melakukan pekerjaan yang buruk. Ini mungkin menunjukkan kurangnya kepercayaan pada liputan perubahan illim atau hilangnya kepercayaan yang lebih umum terhadap media berita.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI