Asal mula aturan besaran jarak 1,5 m
Pemberlakuan jarak antar individu sudah dipercaya dapat meminimalisir risiko penularan penyakit melalui air liur sejak Perang Dunia I.
Bila seseorang memiliki penyakit seperti COVID-19 atau tuberkulosis, percikan air liur atau 'droplets' akan ikut terinfeksi dan menularkan saat 'mendarat' di bibir, mata, dan hidung orang lain.
Berdasarkan metode hitungan sederhana William Wells, insinyur Harvard, ketika sedang meneliti penyakit tuberkulosis, percikan air berukuran besar dapat terbang sejauh hampir 1 m, namun tidak lebih dari 2 m, sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
Baca Juga: #GerakanOtomotifNasional oleh Tokopedia dan Kemenperin RI
Namun, percikan ini dapat terbang sejauh 8 m bila ada angin atau dikeluarkan melalui aktivitas yang disengaja, misalnya ketika bernyanyi.
Seberapa cepat penularan virus corona
Data ini menggunakan hitungan logaritma untuk melihat tingkat penularan virus corona.
Para ahli dan WHO juga menyetujui bukti bagaimana virus corona dapat menular melalui partikel kecil yang membentuk semacam awan, seperti asap rokok.
Partikel kecil ini dapat bertahan lebih lama dalam ruang tertutup, paling tidak selama beberapa menit, hingga maksimal dalam waktu beberapa jam.
Baca Juga: Buka Kembali, Museo Storico Alfa Romeo Pilih Hari Bersejarah Ini
Berdasarkan analisa ini, menentukan jarak 1 hingga 2 m dipertanyakan kembali oleh beberapa ahli bidang kimia atmosfer dan dua orang epidemiolog di Australia.