Suara.com - Para ilmuwan dari King's College London melakukan survei pada masyarakat Inggris, untuk melihat apakah ada hubungan antara tingkat kepercayaan orang terhadap teori konspirasi tentang virus Corona (Covid-19).
Para ahli mengungkap bahwa orang-orang yang mendapatkan sebagian besar informasi dari media sosial, cenderung lebih percaya pada teori konspirasi dan cenderung melanggar aturan lockdown.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Medicine melakukan survei pada 2.254 orang, yang berusia antara 16 hingga 76 tahun secara online pada 20-22 Mei lalu. Penelitian ini menanyakan kepada mereka apakah tujuh pertanyaan seputar virus Corona dalam survei benar atau salah.
Para ahli menemukan bahwa mayoritas percaya pada berbagai teori konspirasi virus Corona dan misinformasi atau informasi yang salah lainnya.
Baca Juga: Korban Teori Konspirasi, Pria Bakar Pemancar 5G dan Berakhir di Penjara
Dari banyaknya teori konspirasi yang ada di luar sana, 30 persen bepikir Covid-19 dibuat di laboratorium, angka ini naik dari 25 persen pada awal April. Tak hanya itu, persentase yang sama juga berpikir bahwa kebanyakan orang di Inggris sudah terinfeksi Covid-19 tanpa menyadarinya.
Hal tersebut sangat tidak mungkin, mengingat hasil awal dari Survei Infeksi Statistik Nasional Kantor Inggris menunjukkan, sekitar 0,06 persen dari populasi terinfeksi virus Corona antara 25 Mei dan 7 Juni.
Sedangkan teori lainnya, sebanyak 30 persen percaya bahwa angka kematian Covid-19 di Inggris sengaja dikurangi atau disembunyikan oleh otoritas.
Sedangkan sebanyak 14 persen orang mengira korban tewas di Inggris sengaja dibesar-besarkan oleh pihak berwenang, 13 persen setuju dengan pernyataan "pandemi saat ini adalah bagian dari upaya global untuk memaksa semua orang divaksinasi", 8 persen berpikir Covid-19 terhubung dengan jaringan 5G, dan 7 persen percaya tidak ada bukti kuat bahwa Covid-19 benar-benar ada dan hanya akal-akalan.
Para ilmuwan juga menemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara orang-orang yang percaya pada teori konspirasi dengan menggunakan media sosial sebagai sumber informasi.
Baca Juga: Apa Kata Ahli Epidemiologi Indonesia Soal Teori Konspirasi Covid-19?
Sebanyak 60 persen dari orang-orang yang percaya Covid-19 disebabkan oleh radiasi jaringan 5G mengatakan, mereka mendapatkan informasi tersebut dari YouTube. Sedangkan sebanyak 56 persen orang yang percaya tidak ada bukti kuat bahwa Covid-19 ada mengatakan mereka mendapatkan informasi virus Corona dari Facebook.
Menariknya, orang-orang yang mendapatkan informasi tentang virus Corona dari platform media sosial adalah orang-orang yang paling sering melanggar aturan lockdown.
Sebanyak 58 persen orang yang menggunakan YouTube sebagai sumber informasi utama mengaku pergi ke luar rumah saat mengalami gejala Covid-19.
Pengguna YouTube juga lebih cenderung tidak mematuhi aturan jarak physical distancing 2 meter.
Orang-orang yang mendapatkan informasi dari Facebook, lebih sering mengunjungi keluarga dan teman-teman di rumah mereka, daripada orang yang mendapatkan informasi di platform lain.
Orang-orang yang meyakini teori konspirasi yang lebih ekstrem juga lebih cenderung melanggar peraturan. Sebanyak 35 persen dari orang-orang yang percaya tidak ada bukti kuat keberadaan Covid-19 berada di luar rumah, ketika mereka seharusnya melakukan karantina, dan 38 persen mengatakan mereka memiliki keluarga dan teman yang mengunjungi mereka di rumah.
"Temuan kami menunjukkan bahwa penggunaan media sosial terkait baik dengan kepercayaan yang salah tentang Covid-19 dan kegagalan untuk mengikuti aturan yang jelas. Ini tidak mengherankan, mengingat begitu banyak informasi di media sosial yang menyesatkan atau benar-benar salah," ucap Dr Daniel Allington, dosen senior dalam Social and Cultural Artificial Intelligence di King’s College, seperti dikutip dari IFL Science, Jumat (19/6/2020).
Menurut Allington, seiring dengan dilonggarkannya aturan lockdown, banyak orang akan pergi keluar rumah. Di saat ini, akses ke informasi berkualitas tentang Covid-19 akan menjadi lebih penting dari sebelumnya.