Tetapi Naveed Sattar, seorang profesor kedokteran metabolik di Universitas Glasgow, tidak yakin dengan metode penelitian.
"Saya harus mengatakan penelitian vitamin D berpotensi cacat kritis. Ini karena kadar vitamin D dalam darah turun ketika orang mengembangkan penyakit serius," Sattar dilansir laman Dailymail, Jumat (19/6/2020).
Hal yang sama terjadi pada tes darah lain seperti kolesterol darah, yang juga jatuh ketika seseorang sakit. Perubahan ini adalah bagian dari apa yang disebut respon fase akut.
"Ini berarti kemungkinan penyakit yang mengarah ke menurunkan kadar vitamin D dalam darah dalam penelitian ini, dan bukan karena kadar vitamin D yang rendah menyebabkan Covid-19. Oleh karena itu, saya pikir penulis secara berlebihan meringkas kesimpulan mereka," beber Sattar.
Baca Juga: Banyak Pasien Covid-19 Meninggal Dunia Kekurangan Vitamin D
Sementara itu, Profesor William Henley, ahli statistik di University of Exeter, berpendapat bahwa temuan ini harus diperhatikan.
"Penelitian pendahuluan menunjukkan kadar vitamin D juga dapat berdampak pada risiko orang yang menderita infeksi Covid-19 yang parah. Mengingat kurangnya terapi saat ini untuk mengatasi Covid-19, memainkan perhatian dekat dengan tingkat populasi vitamin D perlu mendapat perhatian," katanya.
Profesor Keith Neal, seorang spesialis penyakit menular di Universitas Nottingham mengatakan kepada bahwa bukti tentang hubungan vitamin D dengan Covid masih beragam.
Tetapi dia menganjurkan lebih banyak orang menambah nutrisi selama musim dingin, terlepas dari apakah itu berpengaruh pada virus atau tidak.
"Ada banyak penelitian tentang hubungan vitamin D dengan virus corona dan buktinya beragam. Banyak penelitian tidak mengontrol kondisi kesehatan yang mendasarinya, membuat tidak dapat diandalkan," jelas Neal.
Baca Juga: Waspada Gejala Overdosis Vitamin D, Bisa Jadi Ada Rasa Logam di Mulut!