Suara.com - Zoom dituding sebagai perpanjangan tangan Partai Komunis China setelah perusahaan penyedia jasa meeting online tersebut menutup akun milik para aktivis pengkritik Beijing, karena menggelar diskusi soal sejarah Pembantaian Tiananmen, demikian diwartakan The Guardian.
Para aktivis itu, yang tergabung dalam organisasi Humanitarian China, menggunakan Zoom untuk menggelar diskusi online mengenang peristiwa berdarah yang terjadi 31 tahun lalu, tepatnya pada 4 Juni 1989 tersebut.
Zoom sendiri mengakui adanya penutupan akun itu dan mengatakan kebijakan itu diambil sebagai bentuk ketaatan kepada aturan lokal.
"Seperti perusahaan global lainnya, kami harus taat terhadap hukum di tempat kami beroperasi," jelas juru bicara Zoom, "Ketika pertemuan digelar dengan anggota lintas negara, maka para peserta harus mengikuti aturan di negara masing-masing."
Baca Juga: Cara Mudah Mengganti Background Zoom
Tetapi penjelasan Zoom ini ada cacatnya. Akun-akun yang ditutup milik mereka yang tinggal di Amerika Serikat. Memang diskusi itu sendiri melibatkan ratusan peserta dari China.
Menurut Zhou Fengsuo, salah satu pemimpin mahasiswa dalam insiden pembantaian Tiananmen dan pendiri Humanitarian China, akun Zoom mereka baru diaktifkan kembali pada Rabu (10/6/2020) kemarin.
Mereka juga menuduh Zoom berada di bawah kendali langsung para pemimpin Partai Komunis China.
"Jika demikian, maka Zoom bekerja sama dengan pemerintahan otoriter dalam penghapusan memori pembantaian Tiananmen," tegas Humanitarian China dalam keterangan resminya.
China sendiri diketahui berusaha keras agar kenangan akan pembantaian Tiananmen, ketika militer China membantai lebih dari 1000 warga sipil termasuk mahasiswa yang sedang berdemonstrasi, dilupakan oleh publik. Pencarian soal pembantaian Tiananmen bahkan disensor dari internet di China.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, Akad dan Resepsi Nikah Online via Zoom
Langkah Zoom yang menutup akun para pengkritik Beijing itu jug diprotes oleh PEN America, lembaga yang memperjuangkan kebebasan berpendapat.