Suara.com - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate mengatakan ia belum menemukan adanya dokumen tentang kebijakan pemerintah untuk membatasi akses internet di Papua dan Papua Barat pada pertengahan 2019 lalu.
Bahkan Plate, seperti dikutip dari kantor berita Antara, menduga pembatasan internet di Papua dan Papua Barat ketika itu disebabkan oleh pengrusakan infrastruktur telekomunikasi di pulau paling timur Nusantara tersebut.
Suara.com telah menghubungi Kominfo untuk memastikan komentar Plate ini. Tetapi hingga berita ini ditayangkan belum memperoleh tanggapan.
Hal ini disampaikan Plate, politikus asal Nasdem, setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyatakan Presiden Joko Widodo dan Kementerian Kominfo bersalah dalam pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.
Baca Juga: Selain Sia-sia, Blokir Internet di Papua Juga Langgar Hukum
"Kami menghargai Keputusan Pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," ujar Plate lewat pesan instan di Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Tak ada dokumen
Plate mengatakan belum membaca amar putusan tersebut. Menurut dia, tidak tepat jika petitum pengguggat dianggap sebagai amar putusan PTUN dan karenanya Kominfo hanya akan mengacu pada amar putusan PTUN terkait kasus tersebut.
Plate juga mengatakan sejauh ini belum menemukan adanya dokumen tentang keputusan yang dilakukan oleh pemerintah terkait pemblokiran atau pembatasan akses internet di wilayah Papua.
"Dan juga tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat di Kominfo terkait hal tersebut. Namun bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak ganguan internet di wilayah tersebut," ujar Menkominfo.
Baca Juga: Beda dari Wiranto, Kominfo: Blokir Internet di Papua Belum Dicabut Penuh
Lebih lanjut Plate mengatakan semua kebijakan pemerintah diambil untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok yang belum tentu sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara.
"Kami tentu sangat berharap bahwa selanjutnya kebebasan menyampaikan pendapat dan ekspresi demokrasi melalui ruang siber dapat dilakukan dengan cara yang cerdas, lebih bertanggung jawab dan digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi bangsa kita," ujar Plate.
Disorot dunia
Komentar Plate ini sebenarnya aneh karena kebijakan pemerintah untuk memblokir atau membatasi akses internet di Papua pada Agustus hingga September 2019 lalu disampaikan terbuka dan dikritik oleh banyak pihak, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menteri Kominfo ketika itu, Rudiantara, memutuskan untuk melakukan blokir internet di Papua setelah terjadinya demonstrasi dan bentrokan di beberapa wilayah di Papua dan Papua Barat akibat perilaku diskriminatif serta rasialis aparat terhadap warga Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Bukan hanya Rudiantara, bahkan Presiden Jokowi, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, dan Wiranto , yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan berbicara hampir setiap hari soal blokir internet Papua hingga sekitar 5 September, saat pemblokiran itu dicabut.
Karena pemblokiran itulah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) menggugat pemerintah di PTUN dan pada pekan ini vonisnya keluar yang isinya menyatakan: Jokowi serta Kominfo bersalah.