Menurut para ilmuwan, pemeriksa gejala online yang menggunakan algoritma kecerdasan buatan dan mendasarkan saran mereka pada penyebaran informasi lebih dapat diandalkan daripada yang lain. Sayangnya, tidak semua pemeriksa gejala memiliki back-end yang canggih. Di sisi lain, layanan tersebut menunjukkan keterbatasan dalam mendiagnosis.
"Masing-masing dari layanan ini memperingatkan bahwa mereka bukan pengganti untuk berkonsultasi dengan dokter," tulis para penulis, seperti dikutip dari Science Alert, Senin (25/5/2020).
Terlepas dari kekurangannya, para ilmuwan mengatakan pemeriksa gejala online bisa bermanfaat jika pengguna menggunakannya sebagai sumber daya pendidikan. Apapun hasil diagnosis yang ditampilkan, orang yang sakit tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri dan harus tetap memeriksakan diri ke dokter. Penelitian ini telah dierbitkan dalam The Medical Journal of Australia.
Baca Juga: Bagikan Kisah Pilu Selama Diisolasi Covid-19, Warganet: Nangis Bacanya