Suara.com - Pemilu menjadi bagian sangat penting dan kritikal bagi seluruh negara secara global. Oleh karena itu, jumlah data yang dikumpulkan, ditransfer, dan disimpan oleh pemilu juga menjadikannya target yang matang bagi para pelaku kejahatan siber.
"Mengamankan data mulai dari proses menyalurkan hingga penyimpanan akan selalu menjadi tantangan bagi seluruh negara di dunia," ujar General Manager Asia Tenggara Kaspersky, Yeo Siang Tiong kepada Suara.com, Jumat (22/5/2020).
Menurut Yeo, hal ini dilatarbelakangi dua faktor. Pertama, beragamnya sistem yang dikelola secara lokal. Kedua, mesin turun temurun (legacy machine) yang tidak dirancang untuk dunia yang terhubung.
"Ruang siber kita yang sangat terhubung sekarang, telah membuka ruang pemilu lokal bagi para peretas lokal maupun asing. Perangkat keras dan sistem lama yang digunakan juga menambah kesulitan untuk mengamankannya," terangnya.
Hal terpenting yang bisa dilakukan adalah mendorong transparansi dalam sistem. Ini berarti membuka kemungkinan untuk audit terbuka, yang dapat disaksikan masyarakat dan menunjukkan bahwa Pemilu adalah sesuatu yang ditanggapi dengan serius.
"Negara juga dapat melibatkan para ahli atau pekerja di sektor keamanan untuk menyumbangkan wawasan dan pengetahuan mereka dalam menilai risiko dan menambal kemungkinan celah keamanan," terang Yeo.
Untuk menjamin transparansi, meningkatkan kepercayaan, dan memperbarui sistem pemilihan, dia menambahkan, akan membutuhkan kolaborasi terbuka di antara organisasi publik dan swasta.
"Mencegah pelanggaran data dan peretas memasuki sistem pemilihan tidak diragukan lagi menjadi tantangan, tetapi dengan kerja sama yang bertujuan meningkatkan keamanan pemilu, setiap negara dapat menggagalkan upaya pelanggaran apa pun secara efektif di masa depan," pungkasnya.
Seperti diketahui, sampel data terlihat dilansir laman Hackread.com. Data 2,36 GB telah dibagi menjadi beberapa folder.
Baca Juga: CDC: Covid-19 Tidak Mudah Menyebar dari Permukaan yang Sudah Terkontaminasi
![Kebocoran data KPU. [Twitter]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2020/05/22/38332-kebocoran-data-kpu.jpg)
Peretas tersebut mengklaim memiliki akses lebih dari 200 juta Data Pemilihan Tetap (DPT) milik KPU, akan dibocorkan di forum peretas.
"Saya memutuskan untuk berbagi dengan Anda sekitar 2,3 juta data kewarganegaraan dan pemilu Indonesia karena saya pikir data Indonesia tampaknya jarang di forum ini (merujuk pada forum peretas tempat data tersebut bocor)," tulis peretas dilansir laman hackered.com, Jumat (22/5/2020).
Hal ini dikomentari salah satu perwakilan dari layanan pemantauan pelanggaran Under The Breach.
“Aktor yang membocorkan basis data belum tentu orang yang pertama kali mendapatkannya, akan masuk akal jika basis data niche semacam itu berputar-putar di sekitar forum berbasis Indonesia yang lebih kecil sampai muncul di forum cybercrime yang lebih besar,” tulisnya.