Suara.com - Tingkat polusi udara semakin berkurang sebagai dampak dari kebijakan lockdown yang mengharuskan orang-orang tetap tinggal di dalam rumah dan aktivitas pabrik dihentikan. Namun menurut penelitian, ketika lockdown melonggar dan aktivitas dilakukan seperti biasa, kondisi itu akan mengembalikan tingkat polusi, gas rumah kaca, dan suhu global yang terus meningkat.
Saat pandemi Covid-19 pertama kali menyerang secara global, banyak negara-negara di dunia memberlakukan pembatasan untuk memperlambat penyebaran virus Corona. Upaya itu mencakup membatasi perjalanan, menghentikan produksi pabrik, dan memberi mandat agar orang bekerja dari rumah.
Kemudian pada awal Maret, satelit NASA dan badan antariksa lainnya mulai mengamati penurunan emisi di negara-negara yang memberlakukan pembatasan. Satelit mulai melihat berkurangnya tingkat nitrogen dioksida, senyawa yang paling sering dikaitkan dengan emisi bahan bakar fosil.
Selain itu, dua penelitian baru yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters menemukan bahwa nitrogen dioksida turun hingga 60 persen di China utara, Eropa Barat, dan Amerika Serikat pada awal 2020. Penelitian ini juga menemukan polusi partikel yang dikenal sebagai PM2.5 menurun hingga 35 persen di China utara.
Baca Juga: Jakarta Diprediksi Cerah Berawan Jelang Akhir Pekan Ini
Sayangnya, meskipun pengamatan telah menunjukkan penurunan signifikan dalam emisi nitrogen dioksida bersamaan dengan kebijakaan lockdown, efek ini tidak akan bertahan selamanya.
Faktanya, polusi udara telah kembali ke langit China ketika pabrik-pabrik melakukan overdrive untuk menebus waktu akibat kegiatan industi tutup sementara waktu. Sedangkan, tingkat polusi nitrogen dan partikulat juga dilaporkan lebih tinggi pada April 2020 daripada April tahun lalu.
"Saya khawatir tentang peningkatan emisi besar-besaran untuk menebus kerugian ekonomi karena Covid-19. Emisi lalu lintas mungkin tidak meningkat secara signifikan, tetapi emisi industri berpotensi bangkit kembali dan jauh lebih tinggi," ucap Eri Saikawa, profesor yang mempelajari masalah kualitas udara dan iklim China di Rollins School of Public Health di Emory University, seperti dikutip dari Space.com.
Para ilmuwan dan satelit yang mengorbit Bumi terus memantau emisi dan polutan ketika aktivitas manusia berubah selama pandemi. Namun, menurut para ahli kejadian ini bisa digunakan sebagai kesempatan belajar.
Menurut Eri Saikawa, sudah waktunya untuk mempertimbangkan kembali bahan yang digunakan manusia dan menggunakan sumber daya dengan lebih bijaksana.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Berhasil Rebound Jelang Akhir Pekan Ini
Catatan dari Redaksi: Mari bijaksana menerapkan aturan jaga jarak dengan orang lain atau physical distancing, sekitar 2 m persegi, dan tetap tinggal di rumah kecuali untuk keperluan mendesak seperti berbelanja atau berobat. Selalu gunakan masker setiap keluar rumah dan jaga kebersihan diri terutama cuci tangan rutin. Dengan pengertian saling bantu dan saling dukung, kita bisa mengatasi pandemi Corona Virus Disease atau Covid-19. Suara.com bergabung dalam aksi #MediaLawanCOVID-19. Informasi seputar Covid-19 bisa diperoleh di Hotline Kemenkes 021-5210411 atau kontak ke nomor 081-2121-23119