Suara.com - Letusan Gunung Toba di Indonesia yang terjadi sekitar 74.000 tahun lalu, merupakan letusan gunung berapi yang mengguncang Bumi dalam 2 juta tahun terakhir.
Sebelumnya, para ahli paleontologi mengatakan bahwa populasi manusia yang tinggal di wilayah Asia musnah karena letusan Gunung Toba. Namun, penelitian terbaru menyatakan yang sebaliknya bahwa manusia dapat bertahan di tengah letusan besar tersebut.
Para ahli melakukan analisis terhadap bukti-bukti populasi manusia dan perubahan iklim di seluruh catatan stratigrafi, seperti lapisan sedimen dan batuan yang berumur lebih dari 80.000 tahun dari situs penggalian di Son Valley Dhaba, India utara.
Tim menemukan bahwa artefak pada batuan tersebut mengungkapkan bagaimana manusia bertahan hidup, dengan memanfaatkan peralatan batu sebelum dan sesudah letusan Toba terjadi.
Baca Juga: Makin Bikin Ngakak, Ini Penjelasan di Balik Video Viral Desain Rumah Aneh
"Populasi di Dhaba menggunakan alat-alat batu yang mirip dengan peralatan yang digunakan oleh Homo sapiens di Afrika pada saat yang sama. Fakta bahwa peralatan batu ini tidak hilang pada saat letusan Toba menunjukkan bahwa populasi manusia selamat dari bencana tersebut," ucap Chris Clarkson, arkeolog dari University of Queensland, seperti dikutip laman Science Alert, Senin (11/5/2020).
Para ahli menguji kembali teori letusan Toba yang menyebutkan tentang pemusnahan manusia. Pada 2007, bukti alat-alat batu di India menunjukkan bahwa letusan Toba tidak menyebabkan pendinginan ekstrem atau memicu periode gletser.
Pada 2018, bukti fosil lebih lanjut dari Afrika Selatan menambahkan lebih banyak dukungan pada gagasan bahwa populasi manusia tidak hanya berhasil bertahan melewati letusan Toba, tetapi juga berkembang pesat setelahnya.
Para penulis penelitian mengatakan sebagian besar alat yang ditemukan di Dhaba, menyerupai teknik Afrika dan Arab dari Zaman Batu serta beberapa terlihat seperti artefak manusia purba dari Australia.
Tim mengklaim ini adalah buatan manusia, menghubungkan titik-titik migrasi awal dari Afrika ke Asia Tenggara dan kemudian ke wilayah selatan.
Baca Juga: Diluncurkan Juli, NASA Mulai Kemas Robot Penjelajah Mars Baru
Tetapi tanpa fosil manusia untuk mendukung penemuan itu, ada beberapa ilmuwan yang tetap tidak yakin alat ini dibuat oleh Homo sapiens. Menurut atropolog Stanley Ambrose, teknik alat batu ini juga digunakan oleh Neanderthal dan tidak mungkin mengetahui spesies mana yang benar-benar membuat peralatan batu tersebut.