Suara.com - Perusahaan global keamanan siber Kaspersky angkat bicara mengenai permasalahan jutaan data pengguna e-commerce Indonesia yang menjadi target serangan siber.
Menurut penelitian, sebanyak 53 persen bisnis di Asia Tenggara mengalami pelanggaran data dan harus membayar kompensasi kepada klien atau pelanggan.
Tak hanya itu, sebesar 51 persen mengalami masalah dengan menarik pelanggan baru, 41 persen dikenai penalti atau denda, dan sebesar 30 persen kehilangan beberapa mitra bisnis.
Dalam data yang terlibat, sebagian besar insiden melihat kebocoran detail terkait dengan pelanggan, seperti 51 persen mencakup informasi yang dapat diidentifikasi secara pribadi, 33 persen kredensial otentikasi, 32 persen rincian pembayaran atau kartu kredit, 27 persen nomor rekening, dan 26 persen keterangan pribadi lainnya.
Baca Juga: Huawei Y8s Meluncur, Andalkan Kamera Selfie Ganda
"Karena akibatnya serius, pelanggaran data harus menjadi perhatian utama, terutama bagi perusahaan skala besar yang mengelola data orang. Cara bisnis menyimpan dan menggunakan data pelanggan memainkan peran penting dalam membentuk dan mempertahankan reputasi dan operasinya," ucap Yeo Siang Tiong, General Manager untuk SEA di Kaspersky, pada pernyataan dalam keterangan pers yang diterima Suara.com.
Menurut Yeo Siang Tiong, jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, seharusnya perlindungan data selalu menjadi perhatian utama, baik untuk UKM dan bahkan perusahaan besar. Pentingnya hal tersebut ditambah dengan situasi Covid-19 ketika seluruh lapisan kehidupan dilakukan secara online.
Ada beberapa cara bagaimana perusahaan, bahkan perusahaan kecil dan menengah, dapat mencegah pelanggaran data. Terdapat lima cara untuk menangkis pelanggaran data di semua sektor, termasuk e-commerce.
Pertama, terapkan pelatihan dan kegiaan yang mengedukasi karyawan tentang dasar-dasar keamanan siber. Kedua, ingatkan staf secara berkala tentang bagaimana menangani data sensitif. Ketiga, menegakkan penggunaan perangkat lunak yang sah.
Keempat, memiliki cadangan data penting dan melakukan pembaruan peralatan dan aplikasi TI secara teratur untuk menghindari kerentanan. Terakhir, gunakan produk yang menuntut manajemen minimum yang memungkinkan karyawan untuk melakukan pekerjaan utama namun tetap terlindung dari malware, ransomware, hingga penipuan online.
Baca Juga: Siap-siap! Begini 3 Cara Melihat Supermoon Terakhir di Tahun 2020 Malam Ini
Yeo Siang Tiong menegaskan dengan meningkatkan aktivitas online, gerakan diam-diam dilakukan oleh para pelaku kejahatan siber. Inilah sebabnya mengapa perusahaan dan individu harus memiliki kewaspadaan tinggi selama situasi saat ini.