Anjuran Berpikir Positif Justru Bisa Mematikan di Tengah Pandemi Covid-19

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 13 April 2020 | 18:48 WIB
Anjuran Berpikir Positif Justru Bisa Mematikan di Tengah Pandemi Covid-19
Petugas Dinas Kesehatan Kota Depok bersiap melakukan tes cepat (rapid test) COVID-19 dengan sistem "drive thru" di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Minggu (29/3). [ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Akhir Januari lalu, saat kasus positif Covid-19 belum dinyatakan terdeteksi di Indonesia sementara kasus infeksi pertama telah diumumkan di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memberikan tips berpikir positif untuk menghindari terkena infeksi coronavirus.

Kini, saat bencana penyakit ini memasuki bulan kedua setelah kasus pertama diumumkan, beberapa pakar kesehatan mental juga menganjurkan masyarakat agar berpikir positif sebagai strategi mengatasi masalah kesehatan mental di tengah ketidakpastian dan kecemasan yang tinggi akibat pandemi Covid-19.

Para penganjur itu bahkan mengklaim bahwa pikiran positif akan meningkatkan daya tahan tubuh sampai menangkal virus.

Dari kaca mata psikologi dan sejumlah riset, anjuran ini kurang spesifik, tidak sepenuhnya benar, dan bahkan membahayakan nyawa banyak orang, khususnya dalam situasi pandemi yang kesuksesan intervensinya sangat bergantung pada perubahan perilaku manusia secara massal, bersamaan, dan terkoordinasi.

Baca Juga: Artis Malaysia Kecam Emak-emak Main Tiktok, Sebut Nggak Tahu Malu

Optimisme yang tidak realistis

Meskipun sudah ada penurunan aktivitas, berbagai laporan menyebutkan masih banyak warga yang belum sepenuhnya mengikuti anjuran menjaga jarak fisik antarorang, 1-2 meter di luar rumah, sebagai upaya memutus rantai penularan penyakit infeksi coronavirus.

Di Jakarta, misalnya, meskipun sudah ada penurunan jumlah penumpang kereta komuter (KRL) sampai 70 persen, arus lalu-lintas manusia dari kawasan Jabodetabek ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur meningkat drastis. Para pemudik ini berpotensi menyebarkan virus lebih jauh ke daerah-daerah dan desa-desa yang sistem pelayanan kesehatannya lebih rapuh dibanding Jakarta.

Pola-pola ketidakpatuhan pada anjuran ahli kesehatan juga banyak ditemui di daerah lain.

Anjuran berpikir positif dengan harapan agar meningkatkan sistem kekebalan tubuh justru berisiko menimbulkan bias optimisme yang berperan besar memunculkan ketidakpatuhan ini.

Baca Juga: Efek Work From Home, Sampah di Jakarta Berkurang 620 Ton per Hari

Bias optimisme mewujud dalam tiga bentuk, yaitu:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI