Suara.com - Penelitian yang dilakukan University College of London, Inggris, mengungkapkan dampak kenaikan iklim global saat ini pada bencana di masa mendatang. Salah satunya adalah berkurangnya keanekaragaman hayati di seluruh dunia karena adanya gangguan ekologis, yang disebabkan oleh perubahan suhu dan sistem cuaca.
"Kami menemukan bahwa perubahan iklim dapat berdampak pada keanakaragaman hayati secara mendadak. Dengan kata lain, saat suhu memanas, dalam area tertentu sebagian besar spesies mungkin akan mampu bertahan sementara waktu, tapi sebagian lainnya akan menghadapi kondisi yang pernah dialami sebelumnya," ucap Dr Alex Pigot, dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan UCL.
Dalam penelitian ini, Dr Pigot dan timnya menggunakan data model iklim dari 1850 hingga 2005, untuk memeriksa ancaman terhadap keanekaragaman hayati di Amerika Serikat dan Afrika Selatan.
Para ahli kemudian mereferensikan informasi ini dengan rentang habitat 30.652 spesies burung, mamalia, reptil, amfibi, dan ikan menggunakan 100 x 100 kilometer sel-sel kotak persegi untuk menentukan grid mana yang cenderung mengalami peningkatan suhu, selama lebih dari lima tahun.
Baca Juga: Blizzard Bagi Skin Karakter Overwatch Gratis, Begini Cara Mendapatkannya
Proyeksi model iklim tersebut menunjukkan bahwa 10 tahun yang akan datang, banyak organisme yang terancam keluar dari zona nyaman di sebagian besar ekosistem di seluruh dunia. Jika suhu ekstrem yang pernah terjadi sebelumnya tercapai pada tahun 2100, sekitar 73 persen organisme akan menemukan ceruk ekologis (ecological niches) berubah tanpa bisa dikenali.
Para ilmuwan berpendapat bahwa peningkatan suhu global sebesar 4 derajat Celcius pada 2100, dapat membuat satu dari lima spesies penyusun pada 15 persen ekosistem dunia akan melewati ambang batas untuk kondisi yang layak huni. Tim ahli memperkirakan bahwa perubahan ini cukup menyebablan kerusakan permanen pada fungsi ekosistem.
Tapi jika emisi berkurang dan suhu meningkat sebesar 2 derajat atau kurang, maka peristiwa ambang batas ini kemungkinan hanya terlihat dalam 2 persen atau lebih sedikit ekosistem di seluruh dunia.
Dalam ambang batas 15 persen tersebut juga mencakup terumbu karang. Para ilmuwan memperkirakan dampak ini akan mulai dirasakan pada 2030 untuk lautan tropis. Model penelitian juga menunjukkan efek yang sama terjadi pada keanekaragaman hayati di beberapa ekosistem hutan terbesar di Bumi pada 2050.
Dr Pigot menambahkan bahwa pengurangan emisi secara drastis dapat membantu ribuan spesies dari kepunahan. Dilansir laman IFL Science, Senin (13/4/2020), dengan menjaga pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, secara efektif dapat meratakan kurva berkurangnya keanekaragaman hayati, selama abad ini dan memberikan lebih banyak waktu bagi spesies dan ekosistem untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
Baca Juga: Goodbye, Samsung Bakal Matikan Fitur S Voice