Suara.com - Para arkeolog yang menggali di Pegunungan Atapuerca, Spanyol utara, menemukan fosil-fosil sisa kelompok manusia purba yang berbeda dari biasanya.
Fosil dari hasil penggalian yang dilakukan pada 1994 itu berupa tulang-tulang yang retak dan dipotong, tampak seperti korban kanibalisme. Fragmen kerangka terbesar yang berasal dari setidaknya enam individu itu berusia sekitar 800.000 tahun yang lalu, dan memiliki beberapa kesamaan dengan manusia modern (Homo sapiens). Tak hanya itu, fosil tersebut juga memiliki kemiripan dengan manusia purba yang telah punah, seperti Neanderthal dan Denisova.
Para ilmuwan akhirnya menamai spesies ini Homo antecessor, berasal dari kata Latin yang berarti pendahulu. Karena tulang-tulang itu merupakan salah satu fosil Homo tertua yang pernah ditemukan di Eropa, beberapa ilmuwan berspekulasi bahwa Homo antecessor mungkin merupakan nenek moyang dari Neanderthal, Denisova, dan manusia modern.
Untuk membuktikan apakah spekulasi itu benar atau tidak, para ilmuwan melakukan penelitian pada DNA Homo antecessor. Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature pada 1 April, para ilmuwan mengurutkan protein kuno dalam enamel gigi Homo antecessor berusia 800.000 tahun, menggunakan protein untuk menguraikan kode genetiknya.
Baca Juga: Mengintip Bocoran Spesifikasi Samsung Galaxy S21
Setelah membandingkan kode genetik itu dengan data genetik dari sampel gigi manusia modern, tim ahli menyimpulkan bahwa DNA Homo antecessor berbeda dengan spesies yang hidup setelahnya, seperti Neanderthal, Denisova, dan manusia modern.
Sebaliknya, tim ilmuwan menyebut Homo antecessor mungkin memiliki relasi dekat dengan spesies nenek moyang Homo sapiens.
"Saya senang bahwa penelitian ini memberikan bukti bahwa spesies pendahulunya manusia mungkin terkait erat dengan leluhur bersama terakhir dari Homo sapiens, Neanderthal, dan Denisovans," ucap José María Bermúdez de Castro, co-direktur ilmiah dari penggalian di Atapuerca.
Dilansir laman Live Science, untuk mencapai hasil tersebut para ilmuwan menggunakan metodenyang disebut paleoproteomics. Dengan menggunakan spektrometri massa, para ilmuwan dapat mengidentifikasi protein spesifik dalam suatu fosil. Mempelajari protein purba dapat membuka jendela wawasan ke masa lalu genetik manusia dengan cara yang tidak bisa dilakukan analisis DNA.
Baca Juga: Pemburu Alien Klaim Ada Piramida di Mars